Daud Ath Tho-i mengatakan, “Jika manusia mengetahui sebagian kejelekanku, tentu lisan manusia tidak akan pernah lagi menyebutkan kebaikanku.” Ta’thirul Anfas, hal. 301.

Stay Connected

fauzan achmad

Saturday, January 29, 2011

sucikan 4 hal dengan 4 perkara

~Wajahmu dengan linangan airmata keinsafan.
~Lidahmu basah dengan berdzikir kepada Penciptamu
~Hatimu takut dan bergetar kepada kehebatan Rabbmu
~Dosa-dosa yang silam disulam dengan taubat kepada Dzat yang Memilikimu.

. Ibadah tidak terbatas kepada masalah shalat, puasa, haji, dan zakat. Bahkan menuntut ilmu itu dianggap sebagai ibadah yang utama, karena dengan ilmulah kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya dengan benar. Imam Ja’far As-Shadiq pernah berkata: “Aku sangat senang dan sangat ingin agar orang-orang yang dekat denganku dan mencintaiku, mereka dapat belajar agama, dan supaya ada di atas kepala mereka cambuk yang siap mencambuknya ketika ia bermalas-malasan untuk menuntut ilmu agama”.

perumpamaan seorang wanita

Pada suatu hari, Rasulullah s.a.w berjalan-jalan bersama puteri baginda, Saidatina Fatimah r.a. Setibanya mereka berdua di bawah sebatang Pohon tamar, Fatimah terpijak pohon semalu, kakinya berdarah lalu mengadu kesakitan. Fatimah mengatakan kepada bapanya... apalah gunanya pohon semalu itu berada di situ dengan nada yang sedikit marah. Rasulullah dengan tenang berkata kepada puteri kesayangannya itu bahawasanya pohon semalu itu amat berkait rapat dengan wanita. Fatimah terkejut.

Rasulullah menyambung kata-katanya lagi. Para wanita hendaklah mengambil pengajaran daripada pohon semalu ini dari 4 aspek.

Pertama, pohon semalu akan kuncup apabila disentuh. Ini boleh diibaratkan bahawa wanita perlu mempunyai perasaan malu (pada tempatnya).

Kedua, semalu mempunyai duri yang tajam untuk mempertahankan dirinya. Oleh itu, wanita perlu tahu mempertahankan diri dan maruah sebagai seorang wanita muslim.

Ketiga, semalu juga mempunyai akar tunjang yang sangat kuat dan mencengkam bumi. Ini bermakna wanita solehah hendaklah mempunyai keterikatan yang sangat kuat dengan Allah Rabbul Alamin.

Dan akhir sekali, semalu akan kuncup dengan sendirinya apabila senja menjelang. Oleh itu, para wanita sekalian, kembalilah ke rumahmu apabila waktu semakin senja. Ambillah pengajaran dari semalu walau pun ia hanya sepohon tumbuhan yang kecil.

Wednesday, January 26, 2011

kiat mengobati sakit hati

Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda- tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut.

Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: “Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat.” Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati.

Merujuk pada doa di atas, kita bisa menyimpulkan ciri-ciri orang yang berpenyakit hati sebagai berikut:

Pertama, memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul- betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya ialah orang yang berilmu. Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, berarti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.

Kedua, mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis.

Nabi SAWmenyebutnya sebagai jumûd al-`ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair). Di dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia-manusia yang salih sebagai mereka yang …seringkali terhempas dalam sujud dan menangis terisak-isak. Di antara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakâun (orang-orang yang selalu menangis) karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak bisa menahan tangisannya.

Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat kepada kami. Berguncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu meminta, “Ya Rasulallah, seakan- akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran diantara kaum muslimin yang banyak …” Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan karena kekhusyukan.”

Ketiga, memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.

Adapun ciri keempat dari orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan didengar Tuhan.

Kiat Mengobati Penyakit Hati
Cara pertama untuk mengobati penyakit hati, menurut Al-Ghazali, adalah dengan mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita.

Amirul Mummineen Umar Ibn Al-Khattab berkata, (RA) “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.” Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.

Kedua, mendapatkan sahabat yang jujur.
Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang `membenar-benarkan’ kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang menganggap apapun yang kita lakukan itu betul.

Ketiga, jika sulit mendapatkan sahabat yang jujur, kita bisa mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri.

Keempat, memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.

Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi akan menutup tulisan ini; Alkisah, di sebuah kota ada seorang pria yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Walikota sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia akan memotongnya besok. Namun sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan,tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.

Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya, “Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar (Haidar adalah nama kecil Imam Ali), potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali.”

Yang dimaksud Rumi dengan pohon berduri dalam hati adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah lemah. Tak ada daya kita untuk menghancurkannya



oleh: Ustadz Mohamad Joban

Friday, January 21, 2011

ENGKAULAH PUISIKU

engkau hanya hanya sedikit menulis puisi untuku
jika tak mau dikatakan tak pernah


akan tetapi setelah aku amati
senyumu adalah puisiku
tatapanmu adalah puisiku
jalanmu adalah puisiku
bicaramu adalah puisiku


bahkan doamu adalah puisi cinta
yang engkau sampaikan padaku
tak pernah putus
tak pernah berhenti..



Wednesday, January 19, 2011

mig33 messenger v4.3.0.1

temen-temen pengguna mig33, mungkin terkadang bingung..
"kok si fauzan ney sering galmot (emot gagal) ea..??"

nah, sebenarnya itu bukan galmot, tapi aplikasi yang sampean pakai mungkin bisa nampilin emot yang sya keluarkan gitu lho..........

berikut adalah mig33 messenger, software multiple im bikinan seorang teman..


mau.......?? donlod ajjah aplikasinya di sini , dan jangan lupa baca notepad yang ada didalamnya untuk petunjuk penggunaan.


matur tingkyu..

Sunday, January 16, 2011

menjadi pribadi yang tenang dan menenangkan

Ketenangan adalah kebutuhan setiap orang. kaya, miskin, tua, muda semua mendambakan sebuah ketenangan. Tidak jarang, seseorang rela mengeluarkan banyak uang demi memeperoleh ketenangan dan kedamaian. Dan atau seseorang rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk membuat diri dan hatinya tenang dan bahagia. Lalu…bagaimana dan dimanakah sebenarnya ketenangan itu??? dan bagaimana menjadikan diri kita seorang pribadi yang tenang dan menenangkan??

Pribadi yang tenang bukan berarti yang berlaku lamban, tapi tenang adalah tentang cermat dalam berpikir dan hati-hati dalam memilih. Tenang adalah tentang penyampaian kabar buruk dengan cara yang bijak, penyampaian fakta keras dengan cara yang lembut. Tenang juga adalah tentang perealisasian sebuah kerumitan dengan cara yang sederhana, pemberitahuan berita panas dengan cara yang dingin dan atau penolakan berat dengan cara yang ringan, dll.

Dan cara mendapatkan semua sumber ketenangan yang abadi itu adalah Menjadikan diri kita mempunyai keintiman hubungan bersama Allah SWT. Ketenangan seperti inilah yang menjadi obat dari segala penyakit hati dan kekacauan hidup.

Sejenak marilah kita luangkan waktu untuk menyimak nasehat Ibnu Mas’ud. Beliau adalah salah seorang shahabat Nabi saw. Beliau pernah didatangi seseorang yang ingin meminta nasihatnya, untuk dapat dijadikan obat bagi jiwanya yang tidak tenang.

Kemudian Ibnu Mas’ud menasihatinya,” Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat. Pertama , engkau datangi tempat orang membaca Al-Qur’an, engkau membaca Al-Qur’an, engkau dengarkan baik-baik orang yang membaca Al-Qur’an.
Atau kedua , engkau datangi majlis taklim yang mengingatkan hati kepada Allah.
Atau ketiga, engkau mencari waktu dan tempat yang sunyi, di situ engkau menyendiri menyembah Allah, seperti pada waktu lewat tengah malam, di saat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman pikiran, dan keikhlasan hati.”

Setibanya di rumah, orang tersebut melaksanakan apa yang dinasihatkan Ibnu Mas’ud itu. Ia berwudlu, kemudian membaca Al-Qur’an dengan khusyu, penuh konsentrasi. Seusai membaca Al-Quran ia merasakan ada ada sesuatu yang berubah. Jiwanya terasa tenang, hatinya tentram, pikirannya kembali jernih. ketenangan benar benar menyelimuti hatinya.

Hanya seseorang yang pernah panik yang bisa merasakan kenikmatan sebuah tenang setelah dia menyadari kekacauannya. Hanya seseorang yang pernah gundah yang bisa menikmati ketenangan setelah mengetahui kesakitannya.

Maka beruntunglah pribadi yang mengambil pelajaran dari kesalahan. Sama sekali tidak ada alasan untuk mereka merasa menyesal tentang sesuatu yang sudah lewat, yang mungkin timbul atas kekurang tenangan sikap dalam pemilihan desain masa depan. Dan karena ketenangan itu pula, terhapusnya segala kekhawatiran mereka tentang sakit atau pahitnya kehidupan, karena mereka yakin sumber dari segala sumber ketenangan yaitu Allah SWT akan selalu siap menemani dan menyambut hamba hambanya yang senantiasa memohon KepadaNYa. Ketenangan akan selalu hadir karena mereka juga menghadirkan Allah dalam setiap aktivitasnya.

Friday, January 14, 2011

menebar pesona menuai petaka

Mutiara Kata


Menebar Pesona, Menuai Petaka

Atas nama "keindahan", fisik wanita telah dieksploitasi sedemikian rupa. Hampir tak ada ruang publik yang di dalamnya tidak ditonjolkan keindahan fisik (baca: aurat) kaum hawa. Televisi, internet, dan media cetak pun menjadi sarana yang sangat efektif untuk menebar pesonanya.

Bagi sebagian besar masyarakat, majalah, tabloid, buletin, dan semacamnya, telah menjadi kebutuhan bahkan tuntutan. Motif membacanya pun beragam. Ada yang berdalih untuk mengikuti perkembangan mode terkini, ada yang tak ingin ketinggalan dengan gosip terbaru tentang artis idolanya, sekedar mengikuti perkembangan jaman, dan sejuta dalih lainnya.
Namun tentu saja, tak setiap majalah membawa faidah. Karena, majalah dan sejenisnya itu ternyata menyimpan musibah. Di antaranya terpampangnya gambar-gambar, khususnya gambar wanita.
Tak bisa dipungkiri, lembaran-lembaran majalah dan semacamnya itu, seolah memang telah "mewajibkan" dimuatnya foto wanita, baik artis, bintang iklan, maupun tokoh lain, dalam berbagai pose. Bahkan majalah yang dikemas khusus untuk kaum pria pun tak ketinggalan menjajakan wanita sebagai daya tarik untuk memancing minat pembaca. Seolah media tersebut tak akan laku tanpa wanita. Lebih-lebih lagi gambar-gambar wanita yang dapat memancing bergolaknya syahwat.
Sungguh, keadaan yang demikian adalah musibah yang sangat mengerikan. Tersebarnya gambar yang semacam itu akan menggiring masyarakat pada kerusakan akhlak, sehingga perzinaan bukan lagi dianggap barang tabu.
Andaikan mereka mengingat lagi peringatan dari Rabb semesta alam ketika Dia berfirman:
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً"Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan." (Al-Isra: 32)

Dalam ayat ini Allah ta'ala berfirman, melarang hamba-hamba-Nya dari berbuat zina, mendekati perbuatan itu, dan melakukan hal-hal yang mendorong serta mengantarkannya kepada zina. Demikian diterangkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/41)
Kalangan ulama pun turut berbicara tentang permasalahan majalah ini. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah secara gamblang mengungkap, bagaimana sebenarnya keberadaan majalah-majalah yang ada pada masa ini. Di belahan lain, seorang muhaddits dari Negeri Yaman turut berbicara tentang permasalahan gambar secara khusus. Ketika disibak dan dirunut kembali lembaran-lembaran yang memuat pembicaraan mereka berdua, semogalah diraup banyak faidah.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah pernah diminta fatwanya tentang majalah yang beredar di negerinya. Setelah dengan terpaksa membolak-balik dengan cepat dan sekilas isi majalah yang disodorkan kepada beliau -karena tidak mungkin beliau memberikan hukum tanpa tahu isinya- beliau menyatakan:
Aku dapatkan majalah-majalah ini –demi Allah– aku bersumpah dengan nama Allah di tempat ini, sedangkan kalian menjadi saksi. Dan Allah yang ada di atas kita menjadi saksi atas apa yang akan kukatakan dan atas apa yang kalian dengar, aku dapati majalah-majalah ini menghancurkan akhlak dan merusak umat. Seseorang yang berakal yang mau menelitinya tidak akan ragu terhadap keinginan pengedar majalah ini di tengah masyarakat muslimin.
Aku dapati setelah melihat sendiri, ternyata majalah ini lebih buruk daripada apa yang didengar. Kudapati dalam majalah ini, ucapan-ucapan rendah, hina, tidak ada rasa malu sama sekali, yang ucapan semacam itu bakal dimuntahkan oleh setiap orang yang memiliki akhlak yang lurus.
Aku melihat di sampulnya ada gambar-gambar wanita. Demikian pula di dalamnya ada gambar-gambar wanita yang akan menjerumuskan ke jurang fitnah dengan berbagai penampilan mode yang rendah, yang menenggelamkan dalam kerendahan dan dapat menggerakkan syahwat orang yang tidak memiliki syahwat sekalipun.
Aku dapatkan pula gambar kemasan-kemasan rokok yang mengajak manusia untuk mengisapnya, dan aku dapatkan pula kemungkaran-kemungkaran yang besar dan keji selain itu…."
Sedemikian buruknya keadaan majalah-majalah tersebut, hingga beliau juga menyatakan:
Aku menyeru kalian untuk menjaga agama dan akhlak kalian. Aku menyeru kalian untuk menjauh dari fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Aku memperingatkan kalian agar tidak memasukkan koran dan majalah yang penuh dengan gambar yang membuat fitnah, sarat dengan kata-kata yang menyesatkan, dan mode-mode yang menyimpang, ke dalam rumah kalian, hingga koran dan majalah itu jatuh ke tangan anggota keluarga kalian. Akibatnya, koran dan majalah itu akan membinasakan dan merusak akhlak mereka. Segala sesuatu yang dipampangkan dalam koran dan majalah ini, akan memberi pengaruh terhadap orang yang mengumpulkannya dalam keadaan ia senang dengannya dan dengan pemikiran yang disebarkan dalam majalah itu.
Wahai kaum mukminin, keberadaan majalah dan koran di dalam rumah akan mencegah masuknya malaikat ke dalam rumah, karena malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar. Lalu bagaimana persangkaanmu tentang rumah yang tidak dimasuki malaikat?
Oleh karena itu, mengumpulkan majalah seperti ini haram hukumnya, haram menjual dan membelinya, haram mencari keuntungan dengannya, haram pula menghadiahkannya dan menerimanya sebagai hadiah. Setiap upaya yang membantu penyebarannya di kalangan muslimin haram, karena perbuatan demikian termasuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.
Allah ta'ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوْا عَلىَ الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلىَ اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ"Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan." (Al-Maidah: 2)
(Dari khutbah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah yang dibukukan dengan judul Fitanul Majallat)
Gambar-gambar makhluk bernyawa yang dimuat di majalah atau media lain merupakan salah satu musibah. Seolah-olah suatu hal yang lumrah bila majalah dihiasi dengan gambar semacam itu. Sementara telah jelas haramnya gambar-gambar makhluk bernyawa, sebagaimana dikatakan oleh Jabir radhiallahu 'anhu:

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصُّوْرَةِ فِي البَيْتِ وَنَهَى أَنْ يُصْنَعَ ذَلِكَRasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan melarang membuat gambar. (Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad, 1/168)
Yang termasuk dalam larangan ini adalah semua gambar makhluk hidup, baik dua dimensi maupun tiga dimensi, yang tidak memiliki bayangan maupun yang memiliki bayangan (Hukmu Tashwir Dzawaatil Arwah, hal. 31, oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ"Setiap tukang gambar tempatnya di neraka. Dijadikan setiap gambar yang ia buat memiliki nyawa, kemudian gambar-gambar yang bernyawa itu mengadzabnya di jahannam."
Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma menyampaikan hadits ini kepada seorang tukang gambar, kemudian berkata, "Apabila mau tidak mau engkau harus menggambar, maka buatlah gambar pohon dan benda-benda yang tidak memiliki ruh." (Shahih, HR. Muslim no. 2110)
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah menjelaskan bahwa sebab-sebab dilarangnya menggambar makhluk yang memiliki ruh adalah:
1. Gambar demikian memalingkan peribadahan kepada Allah, karena pada akhirnya gambar tersebut akan diibadahi.
'Aisyah radhiallahu 'anha mengatakan, "Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sakit, sebagian istri beliau membicarakan tentang gereja bernama Mariyah yang mereka lihat di Habasyah. Di antara istri beliau yang pernah ke negeri Habasyah adalah Ummu Salamah dan Ummu Habibah radhiallahu 'anhuma. Keduanya menceritakan keindahan gereja tersebut dan gambar-gambar yang ada di dalamnya. Mendengar hal itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat kepala beliau seraya berkata:

إِنَّ أُولَئُِكَ إِذَا كَانَ فِيْهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ"Apabila ada di kalangan mereka itu seorang shalih meninggal dunia, mereka membangun masjid di atas kuburannya, kemudian mereka membuat gambar orang shalih tersebut di dalam masjid yang dibangun. Mereka itu adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 427, 434, 1341, 3878 dan Muslim no. 528)
2. Gambar-gambar itu menandingi ciptaan Allah.
'Aisyah radhiallahu 'anha mengatakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke rumahku. Ketika itu aku menutup rakku dengan kain tipis yang bergambar. Maka ketika beliau melihatnya, beliau merobeknya dan wajah beliau pun berubah (marah). Beliau bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ"Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyaingi ciptaan Allah." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5954)
3. Gambar-gambar itu membuat fitnah
Majalah yang ada saat ini terkadang mendatangkan fitnah bagi seorang laki-laki apabila ia melihat gambar wanita-wanita telanjang di dalamnya, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ فِيْكُمْ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرَّجُلِ مِنَ النِّسَاءِ"Tidaklah aku tinggalkan di antara kalian sepeninggalku nanti fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita." (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)
Demikian pula bila laki-laki melihat wanita di televisi, internet, atau melalui handphone yang dapat mengirimkan gambar, ataupun media lainnya yang disiapkan oleh musuh-musuh Islam untuk menebarkan fitnah di kalangan kaum muslimin agar berpaling dari agama mereka. Karena memang setiap kali manusia bosan terhadap sebuah piranti teknologi, maka musuh-musuh Islam ini mendatangkan alat lain yang lebih canggih. Oleh sebab itulah gambar yang tersebar di media cetak, audio visual, dan alat-alat mutakhir lainnya, diharamkan.
Yang dikecualikan dari pengharaman gambar ini hanyalah permainan boneka anak kecil yang terbuat dari kain perca dan kapas, sebagaimana permainan 'Aisyah radhiallahu 'anha berupa seekor kuda bersayap. Adapun yang terbuat dari plastik, maka tidak termasuk dalam kebolehan tersebut. (Dinukil secara ringkas dari Hukmu Tashwiir Dzawaatil Arwah)
Adapun bila gambar itu tidak memiliki kepala, maka bukan termasuk makhluk hidup, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika mendapatkan gambar atau patung makhluk hidup, beliau memotong kepalanya. (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (8/90), Abu Dawud dalam Sunan-nya (11/213), dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Hukmu Tashwiir Dzawaatil Arwah, hal. 52)
Selain itu, Abu Hurairah radhiallahu 'anhu juga meriwayatkan:

أَنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَرَفَ صَوْتَهُ فَقَالَ : اُدْخُلْ. فَقَالَ: إِنَّ فِي البَيْتِ سِتْرًا فِي الحَائِطِ فِيْهِ تَمَاثِيْلُ فَاقْطَعُوا رُئُوْسَهَا فَاجْعَلُوْا بِسَاطًا أَوْ وَسَائِدَ فَأَوْطَأْهَا فَإِنَّا لاَ نَدْخُلُ بَيْتًا فِيْهِ تَمَاثِيْلَُJibril 'alaihis salam datang, lalu mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi mengenali suaranya. Beliau berkata, "Masuklah." Jibril menjawab, "Sesungguhnya di dalam rumah ini ada satir (penutup) tembok yang bergambar makhluk hidup, maka potonglah kepalanya , lalu jadikan kain satir itu hamparan atau bantal untuk diinjak, karena kami tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar makhluk hidup." (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 8065. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Ash-Shahihul Musnad (2/346) berkata: 'Hadits ini shahih dan rijalnya rijal shahih.')
Dalam hadits di atas terdapat dalil di mana gambar-gambar yang dihinakan harus telah dipotong kepalanya hingga menyerupai pohon. Juga kita dapatkan dalil lain yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menolak untuk masuk ke rumah 'Aisyah radhiallahu 'anha ketika beliau melihat di dalamnya ada dua bantal bergambar makhluk hidup, hingga beliau menyobek gambar tersebut. (Hukmu Tashwiir Dzawaatil Arwah, catatan kaki hal. 53)
Demikianlah pada akhirnya, diakui ataupun tidak, nampaklah bagi setiap orang yang menyimak ucapan dua ulama di atas tentang keberadaan majalah yang banyak tersebar di tangan kaum muslimin sekarang ini. Apa pun dalih bagi kalangan yang menentangnya, namun sesungguhnya kebenaran itu tidak akan sirna selamanya.
(Dinukil secara ringkas oleh Ummu 'Abdirrahman Anisah bintu 'Imran dari tulisan Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari yang berjudul Kedudukan Media Massa dalam Syariat Islam)




di kutip dari : http://www.asysyariah.com/

Tuesday, January 11, 2011

waspadai maut datang tiba-tiba

Waspadai Kematian Mendadak

Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al Wabil dalam kitabnya Asyratus Sa’ah, menyebutkan salah satu tanda dekatnya kiamat, yaitu banyaknya kematian yang mendadak. Diriwayatkan secara marfu’ dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ . . . أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجْأَةِ
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah . . . akan banyak kematian mendadak.” (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ al-Shaghir no. 5899)

Fenomena ini sudah sering kita saksikan pada masa sekarang ini. Orang yang sebelumnya sehat bugar, tiba-tiba ia mati mendadak. Hal ini dibenarkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berdasarkan sebuah penelitian, setiap tahunnya banyak orang meninggal karena stroke dan serangan jantung, bahkan disebutkan kalau penyakit jantung menempati urutan pertama yang banyak menyebabkan kematian pada saat ini.

Dalam hadits ini terdapat mukjizat ilmiah yang kita benarkan melalui kajian kedokteran yang harus diakui. Mukjizat ini membuktikan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah yang tidak berbicara berdasar hawa nafsunya, tapi yang beliau sampaikan adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada beliau.

Rasanya orang yang hidup pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tak pernah membayangkan akan datangnya zaman yang merebaknya kematian mendadak, kecuali berdasarkan wahyu ilahi yang menyingkap fenomena ini.

Maksud Kematian Mendadak

Banyak sebab kematian, tapi kematian itu tetap satu. Hal ini menunjukkan bahwa kematian memiliki sebab, seperti sakit, kecelakaan, atau bunuh diri dan semisalnya. Sedangkan kematian yang tanpa didahului sebab itulah maksud kematian yang mendadak yang belum bisa diprediksi sebelumnya. Seiring majunya ilmu kedokteran, manusia bisa menyingkap tentang sebab kematian seperti kanker, endemik, atau penyakit menular. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan dekatnya kematian, tetapi sebab yang utama adalah mandeknya jantung secara tiba-tiba yang datang tanpa memberi peringatan.

Para ulama mendefinisikan kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.

Imam al-Bukhari dalam shahihnya membuat sebuah bab, بَاب مَوْتِ الْفَجْأَةِ الْبَغْتَةِ “Bab kematian yang datang tiba-tiba”. Kemudian beliau menyebutkan hadits Sa’ad bin ‘Ubadah radliyallah ‘anhu ketika berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku yakin seandainya ia berbicara sebelum itu, pastilah dia ingin bersedekah. Maka dari itu, apakah dia akan mendapat pahala apabila jika aku bersedekah untuknya?” Beliaupun menjawab, “Ya”. (Muttafaq ‘alaih)

. . . kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.

Kematian Mendadak Dalam Pandangan Ulama

Sebagian ulama salaf tidak menyukai kematian yang datang secara mendadak, karena dikhawatirkan tidak memberi kesempatan seseorang untuk meninggalkan wasiat dan mempersiapkan diri untuk bertaubat dan melakukan amal-amal shalih lainnya. Ketidaksukaan terhadap kematian mendadak ini dinukil Imam Ahmad dan sebagian ulama madzhab Syafi’i. Imam al-Nawawi menukil bahwa sejumlah sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang shalih meninggal secara mendadak. An-Nawawi mengatakan, “Kematian mendadak itu disukai oleh para muqarrabin (orang yang senantiasa menjaga amal kebaikan karena merasa diawasi oleh Allah).” (Lihat (Fathul Baari: III/245)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Dengan demikian, kedua pendapat itu dapat disatukan.” (Fathul Baari: III/255)

Terdapat keterangan yang menguatkan bahwa kematian mendadak bagi seorang mukmin tidak layak dicela. Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallah ‘anhuma, dia berkata, “Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir.” Ini adalah lafadz Abdul Razaq dan al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, sedangkan lafadz Ibnu Abi Syaibah, “Kematian mendadak merupakan istirahat (ketenangan) bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang kafir.” (HR. Abdul Razaq dalam al Mushannaf no. 6776, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. no. 8865)

Dari Aisyah radliyallah ‘anha, berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab,

رَاحَةٌ لِلْمُؤْمِنِ وَأَخْذَةُ أَسَفٍ لِفَاجِرٍ
“Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha’if al Jami’ no. 5896)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dan Aisyah radliyallah ‘anhuma, keduanya berkata, “Kematian yang datang mendadak merupakan bentuk kasih sayang bagi orang mukmin dan kemurkaan bagi orang dzalim.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf III/370, dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al Kubra III/379 secara mauquf).

Alangkah indahnya hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh Imam al-Baihaqi dalam al Sunan al-Kubra pada kitab “Al-Janaiz” Bab, “Fi Mautil Faj’ah”, dari hadits Abu Qatadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah dilalui iring-iringan jenazah. Beliau lalu bersabda, “Yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya?” Beliau menjawab,

الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ ، وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
“Seorang hamba yang mukmin beristirahat dari keletihan dunia dan kesusahannya, kembali kepada rahmat Allah. Sedangkan hamba yang jahat, para hamba, negeri, pohon dan binatang beristirahat (merasa aman dan tenang) darinya.” (HR. Muslim no. 950, Ahmad no. 21531)

Kematian mendadakn yang dialami seorang mukmin adalah kebaikan bagianya. Dia terbebas dari hiruk pikuk dunia yang menjemukan dan terbebas dari fitnah-fitnahnya. Sedangkan Kematian mendadak yang dialami seorang fajir merupakan kabar gembira bagi hamba Allah. Mereka akan terbebas dari gangguannya. Di antara gangguannya adalah kedzalimannya terhadap mereka, kesenangannya melakukan kemungkaran dan jika diingatkan malah menantang dan itu menyulitkan mereka. Jika diingatkan malah menyakiti dan bila didiamkan mereka menjadi berdosa. Sedangkan istirahatnya binatang adalah dikarenakan sang fajir tadi selalu menyakiti dan menyiksanya serta membebani di luar kemampuannya, tidak memberinya makan dan yang lainnya. Sedangkan istirahatnya negeri dan pepohonan adalah karena perbuatan jahat sang fajir hujan tidak turun, dia mengeruk kekayaannya dan tidak mengairinya.

“Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir.” Ibnu Mas’ud

Menyikapi Kematian Mendadak

Bagi orang yang berakal sehat tentu akan mengambil pelajaran dari fenomena yang ia saksikan. Terlebih fenomena tersebut telah disampaikan oleh orang yang terpercaya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia akan bersegera kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, sebelum kematian itu menjemputnya.

Imam al-Bukahri pernah berkata,

Peliharalah waktu ruku’mu ketika senggang.

Sebab, boleh jadi kematian akan datang secara tiba-tiba

Betapa banyaknya orang yang sehat dan segar bugar

Lantas meninggal dunia dengan tiba-tiba

Ibnu Hajar berkata, “Sungguh ajaib, bahwa kematian secara mendadak ini juga menimpa beliau -imam Bukhari- sendiri.” (Hadyus Saari Muqaddimah Fathul Baari, Ibnu Hajar, hal. 481)

Dan setelah memahami adanya kematian yang mendadak, dan semakin sering terjadi pada akhir zaman (termasuk zaman kita ini), hendaknya kita mempersiapkan diri. Sesungguhnya kematian akan tetap datang. Tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa melawan ketetapan ilahi ini. Dan setelah kematian, setiap orang akan mendapat balasan dari amal yang telah dikerjakannya di dunia.

Syaikh bin Bazz rahimahullah pernah berpesan, “Sudah semestinya kita mempersiapkan diri, bahkan karena inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memohon dalam doanya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ
“Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, berubahnya kesejahteraan dari-Mu, dan siksa-Mu yang datang tiba-tiba serta dari semua murka-Mu.” (HR. Muslim no. 2739)

Seorang yang mulia mengatakan, “Banyak di antara kawanku yang telah melepaskan nyawanya saat memperturutkan syahwatnya, menjadi tawanan kenikmatan, lalai mengingat maut dan hisab. Setelah Allah memberi petunjuk kepadaku untuk mentaati-Nya, aku segera menemui sahabatku untuk menasehatinya. Mengajaknya kepada ketaatan dan memperingatkannya dari kemaksiatan. Tetapi, dia hanya beralasan dengan keadaannya yang masih muda. Dia telah tertipu oleh panjang angan-angan. Maka, demi Allah, kematian telah mendatanginya secara mendadak, sehingga hari ini dia telah berada di dalam tanah, terkubur. Dia telah terbelenggu dengan keburukan-keburukan yang telah dilakukannya. Kenikmatan telah hilang darinya. Penyanyi-penyanyi wanita telah meninggalkannya. Tinggallah berbagai tanggungjawab pada lehernya. Dia telah menghadap kepada Al-Jabbar (Allah Yang Maha Perkasa) dengan amalan-amalan orang-orang yang fasik dan durhaka. Semoga Allah melindungiku dan Anda dari catatan amal, seperti catatan amalnya, dan dari akhir kehidupan, seperti akhir kehidupannya. Maka bertakwalah kepada Allah, Ya ‘Ibadallah! Janganlah engkau menjadi seperti dia, sedangkan engkau tahu bahwa dunia ini telah berjalan ke belakang, dan akhirat berjalan mendatangi. Ingatlah saat kematian dan perpindahan. Dan (ingatlah) yang akan tergambarkan di hadapanmu, berupa banyaknya keburukan dan sedikitnya kebaikan. Maka, apa yang ingin engkau amalkan pada saat itu, segeralah amalkan sejak hari ini. Dan apa yang ingin engkau tinggalkan saat itu, maka tinggalkanlah sejak sekarang.

. . . Semoga Allah melindungiku dan Anda dari catatan amal, seperti catatan amalnya, dan dari akhir kehidupan, seperti akhir kehidupannya. Maka bertakwalah kepada Allah, Ya ‘Ibaadallah!

Maka seandainya kita telah mati, kita dibiarkan. Sesungguhnya kematian itu merupakan kenyamanan bagi seluruh yang hidup. Tetapi jika kita telah mati, kita pasti dibangkitkan. Dan setelah itu, kita akan ditanya tentang segala sesuatu.” (Kitab Ahwalul Qiyamah, hal. 4-5. Secara ringkas dinukil dari Mukhtasar Ahkamul Janaiz, karya Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi)

Oleh: Badrul Tamam

buruk dan hinanya perbuatan zina

Buruk dan Hinanya Perbuatan Zina


Saat ini kita hidup dalam zaman yang amat sangat bebas. Bahkan karena terlalu bebasnya pergaulan dalam masyarakat, nilai-nilai agama pun mulai ditinggalkan. Lihat saja sekarang, dengan mudah kita dapat menemukan berbagai kemaksiatan di sekitar kita. Bahkan hal-hal yang menjurus pada perbuatan zina terpampang di sekitar kita dan tidak lagi dianggap perkara aib.


Anak-anak muda zaman sekarang seakan-akan berlomba dalam hal ini. Begitu banyak gadis-gadis yang mempertontonkan kemolekan tubuhnya secara bebas, hubungan dengan lawan jenis yang melewati batas, dan banyak lagi hal-hal yang membuat perzinahan seakan-akan menjadi sesuatu yang wajar-wajar saja. Ditambah lagi dengan lemahnya iman dan ilmu agama yang dimiliki, membuat perzinahan semakin merajalela.


Padahal, jelas-jelas Islam telah melarang melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja sudah tidak boleh. Tentunya perintah untuk tidak mendekati dan melakukan perbuatan zina bukanlah tanpa sebab. Perbuatan zina merupakan sebuah perbuatan yang keji yang dapat mendatangkan kemudharatan bukan hanya kepada pelakunya, namun juga kepada orang lain.


Padahal, jelas-jelas Islam telah melarang melakukan perbuatan zina. Jangankan melakukannya, mendekati saja sudah tidak boleh.


Banyak sekali dalil-dalil baik dari Al Quran maupun hadist yang melarang perbuatan zina ini. Bahkan sebagiannya disertai celaan yang hina bagi pelakunya dan hukuman yang ngeri baik di dunia maupun di akhirat.
Dalil Dari Al Quran:


الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ


“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (an-Nuur: 2-3)


وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا


“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (al-Israa’: 32)


وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا


“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (al-Furqaan: 68-69)


Dalil dari Hadits


Kalau kita telusuri hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan zina, bukan saja akan kita dapati larangan, celaan, ancamannya di akhirat. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memperingatkan dan melarang hal-hal yang dapat menghantarkan kepada zina. Bentuknya antara lain larangan memandang wanita lain, larangan berikhtilath dan berduaan dengannya, dan secara tegas memperingatkan bahaya fitnah wanita bagi laki-laki.


Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Jarir bin Abdillah al Bajali radliyallah ‘anhu, berkata, “aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pandangan yang tiba-tiba, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” Dalam riwayat lain beliau bersabda, “tundukkan (lihatlah ke tanah) pandanganmu.”


Dalam Sunan Abi Dawud, Dari Abdillah bin Buraidah, dari ayahnya berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Ali Bin Abi Thalib radliyallah ‘anhu:


يا علي، لا تتبع النظرة النظرةَ، فإن لك الأولى وليس لك الآخرة


“Hai Ali, Janganlah engkau ikuti satu pandangan dengan pandangan lainnya. sesungguhnya bagimu hanya boleh dalam pandangan yang pertama dan tidak yang selanjutnya.”


Dan dalan Shahihain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang nongkrong di pinggir jalan. Lalu para sahabat menyampaikan keberatan karena mereka tidak memiliki tempat lain untuk berbincang-bincang. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membolehkannya asal mereka memberikan haqqut thariq (hak jalan), yaitu menundukkan pandangan, tidak mengganggu orang yang lewat, menjawab salam, memerintahkan yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran.


Beliau bersabda, Dari Ibnu Umar bin Al-Khaththab rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang pria yang berduaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah syetan.” (HR At-Tirmidzi)


Dari Usamah bin Zaid rahimahullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah aku tinggalkan fitnah di tengah-tengah manusia sepeninggalku yang lebih berbahaya daripada fitnah wanita.” (HR Bukhari dan Muslim)


Diriwayatkan dari Abu Hurairah rahimahullah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim).


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang pezina yang akan berzina tak akan jadi berzina ketika dalam keadaan beriman. Seorang pencuri yang akan mencuri tak akan jadi mencuri ketika dalam keadaan beriman. Seorang peminum khamar yang akan meminum khamar tak akan jadi meminumnya ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama berbeda pendapat mengenai hadits di atas. Namun makna yang benar adalah perbuatan maksiat di atas tidak akan dilakukan, jika orang itu memiliki keimanan yang sempurna. Pengertian ini diambil dari lafadz-lafadz yang diungkapkan untuk penafian sesuatu dan yang dimaksudkan adalah penafian sebagaimana adanya.”


Dalam Shahih Bukhari, setelah beliau meriwayatkan hadis ini, Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Bagaimana tercabutnya keimanan dari orang itu?”


Ibnu Abbas menjawab, “Seperti ini.” Ibnu Abbas menjalin jari-jarinya dan melepaskankan jalinan jari-jarinya. Ibnu Abbas kembali menjelaskan, “Jika dia bertaubat, maka jari-jari ini akan kembali terjalin.” Demikianlah, Ibnu Abbas kembali memperlihatkan jari-jarinya yang terjalin.


Dalam hadits lainnya, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seorang hamba berzina, maka iman akan keluar darinya, maka dia seperti payung yang berada di atas kepalanya. Jika dia meninggalkan perbuatan zina itu, maka keimanan itu akan kembali kepada dirinya.” (HR. At Tirmizi danAbu Dawud)


Diriwayatkan dari al Miqdad bin al Aswad rahimahullah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabatnya, “Bagaimana pandangan kalian tentang zina?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda, “Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)


Kandungan dalil tentang zina


Dari dalil-dalil tersebut, kita dapat mengambil beberapa kesimpulan tentang larangan zina dalam Islam. Kesimpulan yang dapat kita ambil diantaranya adalah:


1. Kerasnya pengharaman zina. Zina adalah seburuk-buruk jalan dan sejelek-jelek perbuatan. Terkumpul padanya seluruh bentuk kejelekan yakni kurangnya agama, tidak adanya wara’, rusaknya muru’ah (kehormatan) dan tipisnya rasa cemburu. Hingga engkau tidak akan menjumpai seorang pezina itu memiliki sifat wara’, menepati perjanjian, benar dalam ucapan, menjaga persahabatan, dan memiliki kecemburuan yang sempurna kepada keluarganya. Yang ada tipu daya, kedustaan, khianat, tidak memiliki rasa malu, tidak muraqabah, tidak menjauhi perkara haram, dan telah hilang kecemburuan dalam hatinya dari cabang-cabang dan perkara-perkara yang memperbaikinya.


2. Ancaman yang keras terhadap pelaku zina. Hukuman bagi pezina dikhususkan dengan beberapa perkara:


a. Keras dan ngerinya hukuman bagi pezina


b. Diumumkan hukumannya di depan umum, bahkan disaksikan orang banyak.


c. Larangan menaruh rasa kasihan kepada pezina


3. Hukuman bagi pezina yang belum menikah adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam sampai mati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah merajam sebanyak enam orang di antaranya adalah Mu’iz, wanita al-Ghamidiyah dan lain-lain.


4. Adapun berzina dengan wanita yang masih mahram mewajibkan hukuman yang sangat keras, yakni dibunuh.


Ibnul Qayyim berkata dalam Raudhatul Muhibbin, “Adapun jika perbuatan keji itu dilakukan dengan orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dari para mahramnya, itu adalah perbuatan yang membinasakan. Dan wajib dibunuh pelakunya bagaimanapun keadaannya. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan yang lainnya.”


5. Zina ada beberapa cabang, seperti zina mata, zina lisan, dan zina anggota badan. Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menetapkan atas setiap Bani Adam bagiannya dari zina yang tidak bisa tidak pasti ia mendapatinya. Zina mata adalah melihat, zina lisan adalah berbicara, hati berangan-angan serta bernafsu dan kemaluan membenarkan atau mendustakannya.”


6. Orang yang sudah dijatuhi hukuman sanksi dalam Islam di dunianya, maka itu menjadi kafarat dan penghapus untuk dosanya.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “Barangsiapa yang melakukan perbuatan maksiat, kemudian dia dijatuhi sanksi hukum Islam, maka (sanksi hukum) itu merupakan kafarat bagi perbuatan dosanya. Barangsiapa melakukan perbuatan maksiat, kemudian Allah menutup aib orang itu, maka perkaranya dikembalikan kepada Allah Swt. Jika Allah menghendakinya, pada hari kiamat Dia dapat menyiksanya. Jika Allah menghendakinya, Dia dapat mengampuninya.” (HR. Sunan At Tirmidzi)


Marilah kita selalu berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan memohon pertolongan dan bimbingan-Nya agar dapat terhindar dari semua perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan. (PurWD/voa-islam.com)

Tuesday, January 4, 2011

JIKA MASIH ADA YANG BERTANYA-TANYA "DIMANAKAH ALLAH"

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam kitab beliau, AL-Aqidah Al-Wasithiyyah,
“Dan telah kami sebutkan bahwasanya diantara unsur iman kepada Allah adalah mengimani berita yang Allah sampaikan melalui kitab-Nya, juga berita yang Allah sampaikan melalui sabda Rasul-Nya shallallahu’alaihi wasallam yang mutawatir dan berita-berita yang disepakati (kebenarannya) oleh para ulama terdahulu. Dan diantara (berita) tersebut menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala berada diatas langit, bersemayam diatas’Arsy-Nya dan tinggi diatas makhluk-Nya. Allah Subhanah senantiasa bersama makhluk-Nya dimanapun mereka berada dan mengetahui segala sesuatu yang mereka kerjakan. Sebagaimana hal ini Allah sebutkan dalam firman-Nya,
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hadid :4)
Dan ayat ini (Allah bersama kalian dimanapun kalian berada) tidaklah bermakna Allah bercampur-baur dengan hamba-Nya. Karena makna seperti ini tidak bisa diterima dari sisi kaidah bahasa. Bahkan rembulan yang menjadi salah satu tanda atas kebesaran Allah, dimana ia adalah makhluk kecil diantara makhluk-makhluk ciptaan-Nya juga berada diatas langit. Ia pun selalu bersama dengan musafir maupun yang bukan musafir dimanapun mereka berada. Sementara Allah berada diatas ‘Arsy dan Dia juga dekat dengan hamba-Nya, senantiasa mengawasi, mengetahui apa yang mereka kerjakan dan sifat-sifat lainnya yang memiliki makna rububiyyah. Dan kalimat yang Allah sebutkan ini (yaitu Allah berada diatas ‘Arsy dan juga senantiasa bersama kita) adalah kalimat yang benar tidak perlu diselewengkan maknanya (kepada makna yang lain).”
***
Penjelasan:
Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjelaskan perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah diatas,
“Sang Penulis (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -pent) rahimahullah telah mengkhususkan dua pembahasan, yaitu bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy dan tentang kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya, dengan penjelasan yang mampu menghilangkan kejanggalan. Terkadang ada beberapa permasalahan yang tampaknya bertentangan antara kedua hal tersebut yang menyebabkan timbulnya kerancuan. Ada orang yang menyangka bahwa sifat tersebut merupakan sifat makhluk dan sesungguhnya Allah berada di tengah-tengah makhluk-Nya. Jika demikian, bagaimana mungkin Allah berada di atas makhluk-Nya, bersemayam di atas ‘Arsy namun Dia juga berada dekat dengan makhluk-Nya, tanpa adanya campur-baur?
Jawaban dari kerancuan ini -sebagaimana yang telah disebutkan oleh Penulis (Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah -pent) rahimahullah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang:
Sudut pandang pertama
Sesungguhnya pemahaman (yang keliru) semacam ini tidak sesuai dengan (kaidah) bahasa Arab yang dengan bahasa itulah Al-Quran diturunkan. Sesungguhnya, kata مع dalam bahasa Arab menunjukkan kebersamaan secara mutlak dan tidak menunjukkan makna adanya percampuran, tidak pula persekutuan, maupun persentuhan.
Engkau boleh saja mengatakan, “ زوجتي معي (Istriku ada bersamaku),” sedangkan engkau berada di sebuah tempat dan istrimu berada di tempat lain. Engkau juga boleh saja mengatakan, “ مازلنا نسير والقمر معنا” (Kami senantiasa berjalan sedangkan rembulan bersama kami)” padahal saat itu rembulan berada di langit dan engkau bersama dengan para musafir maupun yang bukan musafir di mana pun mereka semua berada.
Jika kalimat tersebut sesuai dengan hakikat rembulan sementara dia adalah makhluk yang kecil, maka bagaimana mungkin hakikat semisal itu (yaitu, tentang makna ma’iyyah/kebersamaan) tidak pantas diperuntukkan bagi Sang Khalik yang tentunya jauh lebih agung dibandingkan apa pun jua?
Sudut pandang kedua
Sesungguhnya pendapat ini (yang mengingkari bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy namun juga berada dekat dengan makhluk-Nya -pent) telah menyelisihi kesepakatan umat terdahulu dari kalangan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in, serta para tabi’ut tabi’in. Mereka semua adalah generasi terbaik umat ini sekaligus menjadi teladan. Ketiga generasi utama tersebut telah bersepakat bahwa sesungguhnya Allah bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, berada tinggi di atas makhluk-Nya, di tempat yang benar-benar tinggi dari makhluk-Nya.
Mereka pun bersepakat bahwa sesungguhnya ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala berada bersama makhluk-Nya. Sebagaimana mereka menafsirkan firman Allah “وهو معكم (Dan Dia berada bersama kalian)” dengan penafsiran tersebut.
Sudut pandang ketiga
Sesungguhnya pendapat keliru tentang keberadaan Allah ini telah menyelisihi fitrah yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk makhluk-Nya yang Dia tancapkan dalam fitrah para makhluk-Nya. Maka, sungguh makhluk Allah telah dikaruniai fitrah untuk menetapkan ketetapan ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas makhluk-Nya. Makhluk Allah pun menghadapkan diri mereka kepada Allah, ke arah atas, di kala kesulitan dan bencana menimpa. Mereka tidak menghadap ke kanan maupun ke kiri, tanpa ada seorang pun yang mengajarkan mereka untuk melakukan itu, karena itu semua merupakan fitrah yang telah dikaruniakan Allah bagi makhluk-Nya.
Sudut pandang keempat
Sesungguhnya pendapat yang keliru tersebut telah menyelisihi berita yang disampaikan oleh Allah dalam kitab-Nya (yaitu Al-Quran, pent). Telah diriwayatkan pula secara mutawatir dari Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berada di atas ‘Arsy, berada tinggi di atas makhluk-Nya, dan Dia bersama dengan mereka di mana pun mereka berada.
Yang dimaksud dengan nash yang mutawatir adalah nash yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang diyakini tidak mungkin bersepakat untuk berdusta di antara mereka, dari periwayat pertama hingga periwayat terakhir. Ayat Al-Quran dan hadits tentang keberadaan Allah ini sangat banyak jumlahnya. Di antaranya adalah ayat yang telah disebutkan oleh Penulis (Ibnu Taimiyyah, pent) rahimahullah.
***
artikel muslimah.or.id

Diterjemahkan dari kitab Syarah Al-’Aqidah Al-Washithiyyah li Syeikhil Islam Ibni Taimiyyah, yang berisi penjelasan dari Syaikh Al-’Allamah Muhammad Khalil Haras, Syaikh Al-’Allamah Muhammad Ash-Shalih Al-Utsaimin, dan Syaikh Al-’Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, hlm. 456–457, cetakan Dar Ibnul Jauzi.
Penerjemah: Ummu Asiyah Athirah dan sedikit tambahan dari redaksi.
Murajaah: Ust Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal.

YANG WANITA INGINKAN

Suatu malam, ketika sedang berjalan sepanjang pantai California, seorang pria menemukan lampu tua yang diletakkan di atas batu. Ketika ia mengambil dan menggosoknya, seorang Jin mendadak muncul.

"Baik, cukup sudah!" bentak Jin itu. "Ini keempat kalinya dalam bulan ini orang menggangguku! Aku begitu marah sampai aku hanya akan memberimu satu permintaan bukannya tiga! Jadi ayolah, ayo! Katakan apa yang kau inginkan, dan jangan membuang waktuku seharian!."

Orang itu berpikir cepat, kemudian berkata, "Yah, aku selalu bermimpi pergi ke Hawaii, tetapi aku takut terbang dan aku cenderung mabuk laut di atas kapal. Bagaimana kalau kau buatkan aku jembatan ke Hawaii? Dengan begitu, aku bisa naik mobil ke sana."

Jin itu tertawa. "Jembatan ke Hawaii?! Kau pasti bercanda? Bagaimana aku bisa mendapat penyangga yang sampai ke dasar samudera? Itu membutuhkan terlalu banyak baja, dan sangat terlalu banyak beton! itu sama sekali tidak bisa dilakukan! Pikirkan permintaan lain!" Kecewa, pria itu berusaha keras untuk memikirkan permintaan lain.

Akhirnya ia berkata, "Baiklah, aku punya keinginan lain. Semua wanita dalam hidupku berkata aku tidak peka. Aku berusaha dan berusaha untuk menyenangkan mereka, tetapi tidak ada yang berhasil. Aku tidak tahu di mana kesalahanku. Satu permintaanku adalah untuk mengerti wanita... tahu bagaimana sebenarnya perasaan mereka ketika mereka membisu padaku... tahu mengapa mereka menangis ... tahu apa yang mereka inginkan ketika mereka tidak memberitahu aku apa yang sebenarnya mereka inginkan... aku ingin tahu apa yang membuat mereka benar?bahagia."

Sunyi sejenak, kemudian Jin itu berkata, "Kau mau jembatan itu berjalur dua atau empat?"

Sunday, January 2, 2011

TETAPLAH DI SISIKU

Ya Allah…
Dimanakah ku harus berlabuh…
Saat semua dermaga menutup pintu,
Dan berkata “ ini bukan untukmu…”
“Segara menjauh karna disini bukan tempatmu….!!!”


Ya Allah…
Katakan padaku, dermaga untukku berlabuh…???
Agar ku segera menghela nafas kehidupan yang baru.
Sampai kapan ku harus arungi waktu,..
Ku lelah Menunggu suatu yang tak pasti walau hanya Satu,..


Ya Allah …
Beri aku penerang jalan-Mu
Agar tak tersesat saat ku melaju,..
Kuatkan awak kapalku,
Saat badai menghalangi jalanku


Ya Allah …
Tetaplah disisiku,
Jangan Engkau menjauh dariku…
Karna ku mati tanpa hadir-Mu

CINTA IBU KEPADA ANAKNYA

Wanita itu sudah tua, namun semangat perjuangannya tetap menyala seperti wanita yang masih muda. Setiap tutur kata yang dikeluarkannya selalu menjadi pendorong dan bualan orang disekitarnya. Maklumlah, ia memang seorang penyair dua zaman, maka tidak kurang pula bercakap dalam bentuk syair. Al-Khansa bin Amru, demikianlah nama wanita itu. Dia merupakan wanita yang terkenal cantik dan pandai di kalangan orang Arab. Dia pernah bersyair mengenang kematian saudaranya yang bernama Sakhr :
"Setiap mega terbit, dia mengingatkan aku pada Sakhr, malang. Aku pula masih teringatkan dia setiap mega hilang dii ufuk barat Kalaulah tidak kerana terlalu ramai orang menangis di sampingku ke atas mayat-mayat mereka, nescaya aku bunuh diriku."
Setelah Khansa memeluk Islam, keberanian dan kepandaiannya bersyair telah digunakan untuk menyemarakkan semangat para pejuang Islam. Ia mempunyai empat orang putera yang kesemuanya diajar ilmu bersyair dna dididik berjuang dengan berani. Kemudian puteranya itu telah diserahkan untuk berjuang demi kemenangan dan kepentingan Islam. Khansa telah mengajar anaknya sejak kecil lagi agar jangan takut menghadapi peperangan dan cabaran.

Pada tahun 14 Hijrah, Khalifah Umar Ibnul Khattab menyediakan satu pasukan tempur untuk menentang Farsi. Semua Islam dari berbagai kabilah telah dikerahkan untuk menuju ke medan perang, maka terkumpullah seramai 41,000 orang tentera. Khansa telah mengerahkan keempat-empat puteranya agar ikut mengangkat senjata dalam perang suci itu. Khansa sendiri juga ikut ke medan perang dalam kumpulan pasukan wanita yang bertugas merawat dan menaikkan semangat pejuan tentera Islam.
Dengarlah nasihat Khansa kepada putera-puteranya yang sebentar lagi akan ke medan perang, "Wahai anak-anakku! Kamu telah memilih Islam dengan rela hati. Kemudian kamu berhijrah dengan sukarela pula. Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia, sesungguhnya kamu sekalian adalah putera-putera dari seorang lelaki dan seorang wanita. Aku tidak pernah mengkhianati ayahmu, aku tidak pernah memburuk-burukkan saudara-maramu, aku tidak pernah merendahkan keturuna kamu, dan aku tidak pernah mengubah perhubungan kamu. Kamu telah tahu pahala yang disediakan oleh Allah kepada kaum muslimin dalam memerangi kaum kafir itu. Ketahuilah bahwasaya kampung yang kekal itu lebih baik daripada kampung yang binasa."

Kemudian Khansa membacakan satu ayat dari surah Ali Imran yang bermaksud, "Wahai orang yang beriman! Sabarlah, dan sempurnakanlah kesabaran itu, dan teguhkanlah kedudukan kamu, dan patuhlah kepada Allah, moga-moga menjadi orang yang beruntung." Putera-putera Khansa tertunduk khusyuk mendengar nasihat bonda yang disayanginya.
Seterusnya Khansa berkata, "Jika kalian bangun esok pagi, insya Allah dalam keadaan selamat, maka keluarlah untuk berperang dengan musuh kamu. Gunakanlah semua pengalamanmu dan mohonlah pertolongan dari Allah. Jika kamu melihat api pertempuran semakin hebat dan kamu dikelilingi oleh api peperangan yang sedang bergejolak, masuklah akmu ke dalamnya. Dan dapatkanlah puncanya ketika terjadi perlagaan pertempurannya, semoga kamu akan berjaya mendapat balasan di kampung yang abadi, dan tempat tinggal yang kekal."

Subuh esoknya semua tentera Islam sudah berada di tikar sembahyang masing-masing untuk mengerjakan perintah Allah iaitu solat Subuh, kemudian berdoa moga-moga Allah memberikan mereka kemenangan atau syurga. Kemudian Saad bin Abu Waqas panglima besar Islam telah memberikan arahan agar bersiap-sedia sebaik saja semboyan perang berbunyi. Perang satu lawan satu pun bermula dua hari. Pada hari ketiga bermulalah pertempuran besar-besaran. 41,000 orang tentera Islam melawan tentera Farsi yang berjumlah 200,000 orang. Pasukan Islam mendapat tentangan hebat, namun mereka tetap yakin akan pertolongan Allah .

Putera-putera Khansa maju untuk merebut peluang memasuki syurga. Berkat dorongan dan nasihat dari bondanya, mereka tidak sedikit pun berasa takut. Sambil mengibas-ngibaskan pedang, salah seorang dari mereka bersyair,
"Hai saudara-saudaraku! Ibu tua kita yang banyak pengalaman itu, telah memanggil kita semalam dan membekalkan nasihat. Semua mutiara yang keluar dari mulutnya bernas dan berfaedah. Insya Allah akan kita buktikan sedikit masa lagi."
Kemudian ia maju menetak setiap musuh yang datang. Seterusnya disusul pula oleh anak kedua maju dan menentang setiap musuh yang mencabar. Dengan semangat yang berapi-api ia bersyair,

"Demi Allah! Kami tidak akan melanggar nasihat dari ibu tua kami Nasihatnya wajib ditaati dengan ikhlas dan rela hati Segeralah bertempur, segeralah bertarung dan menggempur mush-musuh bersama-sama Sehingga kau lihat keluarga Kaisar musnah."
Anak Khansa yang ketiga pula segera melompat dengan beraninya dan bersyair,
"Sungguh ibu tua kami kuat keazamannya, tetap tegas tidak goncang Beliau telah menggalakkan kita agar bertindak cekap dan berakal cemerlang Itulah nasihat seorang ibu tua yang mengambil berat terhadap anak-anaknya sendiri Mari! Segera memasuki medan tempur dan segeralah untuk mempertahankan diri Dapatkan kemenangan yang bakal membawakegembiraan di dalam hati Atau tempuhlah kematian yang bakal mewarisi kehidupan yang abadi."

Akhir sekali anak keempat menghunus pedang dan melompat menyusul abang-abangnya. Untuk menaikkan semangatnya ia pun bersyair,
"Bukanlah aku putera Khansa', bukanlah aku anak jantan Dan bukanlah pula kerana 'Amru yang pujiannya sudah lama terkenal Kalau aku tidak membuat tentera asing yang berkelompok-kelompok itu terjunam ke jurang bahay, dan musnah mangsa oleh senjataku."
Bergelutlah keempat-empat putera Khansa dengan tekad bulat untuk mendapatkan syurga diiringi oleh doa munajat bondanya yang berada di garis belakang. Pertempuran terus hebat. Tentera Islam pada mulanya kebingungan dan kacau kerana pada mulanya tentera Farsi menggunakan tentera bergajah di barisan hadapan, sementara tentera berjalan kaki berlindung di belakang binatang tahan lasak itu. Namun tentera Islam dapat mencederakan gajah-gajah itu dengan memanah mata dan bahagian-bahagian lainnya. Gajah yang cedera itu marah dengan menghempaskan tuan yang menungganginya, memijak-mijak tentera Farsi yang lannya. Kesempatan ini digunakan oleh pihak Islam untuk memusnahkan mereka. Panglima perang bermahkota Farsi dapat dipenggal kepalanya, akhirnya mereka lari lintang-pukang menyeberangi sungai dan dipanah oleh pasukan Islam hingga air sungai menjadi merah. Pasukan Farsi kalah teruk, dari 200,000 tenteranya hanya sebahagian kecil saja yang dapat menyelamatkan diri.

Umat Islam lega. Kini mereka mengumpul dan mengira tentera Islam yang gugur. Ternyata yang beruntung menemui syahid di medan Kadisia itu berjumlah lebih kurang 7,000 orang. Dan daripada 7,000 orang syuhada itu terbujur empat orang adik-beradik Khansa. Seketika itu juga ramailah tentera Islam yang datang menemui Khansa memberitahukan bahwa keempat-empat anaknya telah menemui syahid. Al-Khansa menerima berita itu dengan tenang, gembira dan hati tidak bergoncang. Al-Khansa terus memuji Allah dengan ucapan,

"Segala puji bagi Allah, yang telah memuliakanku dengan mensyahidkan mereka, dan aku mengahrapkan darii Tuhanku, agar Dia mengumpulkan aku dengan mereka di tempat tinggal yang kekal dengan rahmat-Nya!"
Al-Khansa kembali semula ke Madinah bersama para perajurit yang masih hidup dengan meninggalkan mayat-mayat puteranya di medan pertempuran Kadisia. Dari peristiwa peperanan itu pula wanita penyair ini mendapat gelaran kehormatan 'Ummu syuhada yang ertinya ibu kepada orang-orang yang mati syahid."

SEKEDAR BUAT RENUNGAN

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam.
Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba.
Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong
kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk.


Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru
saja dibelinya.

Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki
disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau
dua dari kue yang berada diantara mereka.


Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi
keributan.Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam.
Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan
persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit
berlalu.



Wanita itupun sempat berpikir Kalau aku bukan orang
baik, sudah ku tonjok dia! Setiap ia mengambil satu
kue, Si lelaki juga mengambil satu.


Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa
yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di
wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue
terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan
separo miliknya, sementara ia makan yang separonya
lagi.



Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir ‘Ya ampun
orang ini berani sekali, dan ia juga kasar, malah ia
tidak kelihatan berterima kasih’.


Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela
napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia
mengumpulkan barang miliknya dan menuju
pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si “Pencuri
tak tahu terima kasih!”.



Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari
bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia
merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. Disitu
ada kantong kuenya, di depan matanya.


Koq milikku ada di sini erangnya dengan patah hati,
Jadi kue tadi adalah miliknya dan ia mencoba berbagi.
Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa
sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih
dan dialah pencuri kue itu.



Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering
terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang
lain dengan kacamata kita sendiri/subjektif serta tak
jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.


Orang lainlah yang selalu salah,
orang lainlah yang patut disingkirkan,
orang lainlah yang tak tahu diri,
orang lainlah yang berdosa,
orang lainlah yang selalu bikin masalah,
orang lainlah yang pantas diberi pelajaran.


Padahal…..???

kita sendiri yang mencuri kue tadi, padahal kita
sendiri yang tidak tahu malu.
Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh
pendapat, penilaian atau gagasan orang lain sementara
sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.