Daud Ath Tho-i mengatakan, “Jika manusia mengetahui sebagian kejelekanku, tentu lisan manusia tidak akan pernah lagi menyebutkan kebaikanku.” Ta’thirul Anfas, hal. 301.

Stay Connected

fauzan achmad

Sunday, February 27, 2011

kisah seorang anshar

Muslim dan lain-lainnya mengeluarkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata, "Ada seorang laki-laki menemui Rasulullah SAW seraya berkata, "Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar." Beliau mengirim seseorang untuk meminta kepada salah seorang istri beliau. Namun dia juga tidak mempunyai apa pun kecuali air minum. Kemudian utusan itu disuruh menemui istri beliau yang lain, namun jawabannya juga sama, begitu pula ketika menemui semua istri beliau. Maka beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di tempat itu, "Barangsiapa malam ini berkenan menjamu tamu, niscaya Allah akan merahmatinya." Ada seseorang dari Anshar bangkit berdiri seraya berkata, "Aku wahai Rasulullah." Lalu orang Anshar ini pulang menuju tempat tinggalnya dan bertanya kepada istrinya, "Apakah engkau mempunyai makanan?" "Tidak ada, kecuali makanan untuk anak-anak," jawab istrinya. "Lipurlah mereka dengan sesuatu. Jika mereka minta makan malam, bujuklah agar mereka tidur. Jika tamu kita sudah datang, matikan lampu dan tampakkan bahwa seakan-akan kita sudah makan."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Jika tamu kita hendak makan, hampirilah lampu dan matikan." Ketika tamunya sedang makan, orang Anshar dan istrinya hanya duduk saja, sehingga malam itu mereka berdua harus menahan lapar. Pada keesokan harinya mereka berdua bertemu Rasulullah SAW, lalu beliau SAW bersabda, "Allah pun merasa takjub karena perbuatan kalian berdua terhadap tamu itu. Dalain riwayat lain ditambahi, lalu turun ayat,

"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)." (Al-Hasyr: 9).

Begitulah yang disebutkan di dalam At-Targhib Wat-Tarhib.

Bukhary dan An-Nasa'y juga mengeluarkannya. Dalam riwayat Musliin lainnya disebutkan nama orang Anshar itu, yaitu Abu Thalhah ra, seperti yang disebutkan di dalam tafsir Ibnu Katsir, 4:338.

Friday, February 25, 2011

Betapa Sedikitnya Kita Bersyukur

sahabatku, sudah bertahun-tahun kita hidup, tetapi masih saja ada diantara kita yang tidak merasakan kasih sayang Allah.

mereka berkata: ahh, mana buktinya Allah sayang pada saya, sudah usia 40 tahun gini saya belum mendapatkan jodoh. ahh, mana buktinya Allah sayang pada saya, sudah ratusan lamaran kerja saya kirim tapi satu pun belum ada yang di terima. ahh, mana buktinya Allah sayang pada saya, sudah sepuluh tahun saya berkeluarga belum juga punya anak. ahh, mana buktinya Allah sayang pada saya, sudah lima kali saya ikut ujian masuk perguruan tinggi tapi satu pun tak ada yang lolos. ahh, mana buktinya Allah sayang pada saya, sudah tiga kali proposal taaruf saya ditolak oleh akhwat.

mereka menyangka bahwa ukuran kasih sayang Allah hanya pada hal-hal itu saja.
mengapa mereka tidak berpikir, ketika mereka tumbuh dewasa siapakah yang memberinya hidup? siapakah yang memberinya makan dan minum?
mengapa mereka tidak berpikir tentang udara yang selalu mereka hirup setiap hari? mengapa mereka tidak berpikir tentang mata mereka yang dapat berkedip?
mengapa mereka tidak berpikir tentang kelima indera mereka yang dapat berfungsi dengan baik? mengapa mereka tidak berpikir tentang bumi yang mereka diami ini, yang lapisan kulitnya sangat tipis, yang di bawahnya ada magma yang sedang bergolak-golak, bukankah jika Dia kehendaki Dia dapat meletuskannya hingga menembus lapisan kulit itu? mengapa mereka tidak berpikir tentang benda-benda langit yang bisa saling berbenturan lalu menghantam bumi, jika Dia menghendaki? Kita hidup di tengah-tengah tempat yang sangat rawan dari bencana, tapi karena kasih sayang Allah semuanya itu tidak terjadi. mengapa mereka tidak berpikir?!
Betapa sedikitnya kita bersyukur...

Astaghfirullah...

Tuesday, February 22, 2011

LAKI-LAKI YANG BERZINA TIDAK MENGAWINI MELAINKAN PEREMPUAN YANG BERZINA, ATAU PEREMPUAN YANG MUSYRIK

Ulama tafsir berbeda pendapat terkait firman Allah Ta'ala, ""Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin." (QS. An-Nur: 3)  Tentang apakah laki-laki yang baik-baik diharamkan menikahi wanita pezina sebelum taubatnya atau wanita yang baik-baik diharamkan laki-laki pezina sebelum taubatnya. Dalam masalah ini terdapat dua pendapat; 
Pendapat Pertama: Ayat tersebut menunjukkan keharaman. Ini merupakan pendapat Ahmad bin Hambal rahimahullah, sebagaimana kami dapatkan dalam Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 7/108.  Syaikhul Islam, Ibnu Taimiah dan muridnya Ibnu Qoyim menguatkan pendapat ini dengan dalil-dalil yang banyak. Lihat Majmu Fatawa, 15/315, 32/113, Ighatsatul-Lahafan, 1/65. Telah disebutkan di situs kami ini dipilihnya pendapat ini dalam jawaban soal no. 85335, 96460, 104492. Begitu pula halnya ucapan Imam Syafi'I rahimahulah. Hanya saja Imam Syafi'i berkata bahwa hukum tersebut mansukh (terhapus), lalu beliau membolehkan pernikahan dengan laki-laki pezina dan wanita pezina.
Beliau rahimahullah berkata, "Ahli tafsir berbeda pendapat dalam masalah dengan perbedaan yang mencolok. Yang lebih dekat menurut kami adalah apa yang dinyatakan oleh Ibnu Musayyab bahwa hukum ini telah terhapus. Dihapus oleh ayat, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu," maka wanita tersebut termasuk orang-orang yang sendirian di kalangan kaum muslimin. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Musayyab insya Allah. Dalilnya terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah.
Al-Umm, 5/158
Pendapat Kedua; Pada dasarnya ayat tersebut tidak menunjukkan keharaman. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Ini merupakan khabar (informasi) dari Allah Ta'ala bahwa seorang laki-laki pezina tidak berjimak kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Maksudnya adalah tidak ada yang menyambut keinginannya untuk berzina kecuali wanita pezina yang suka maksiat atau wanita musyrik yang tidak memandang keharaman zina.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, "Yang dimaksud bukanlah nikah, tapi jimak. Maka maknanya adalah, tidaklah laki-laki pezina berzina kecuali dengan wanita pezina." Sanadnya shahih, juga diriwayatkan darinya dari jalur yang lain. Begitu juga telah meriwayatkan hal serupa Mujahid, Ikrimah, Said bin Zubair, Urwah bin Zubai, Adh-Dhahhak, Makhul, Muqatil bin Jiyan serta yang lainnya.
Tafsir Al-Quranul Adzim, 6/9
Ketika mendiskusikan kedua pendapat ini, Al-Amin Asy-Syinqity dalam Kitabny Adhwa'ul Bayan, 5/417-428, menjelaskan dan munguraikannnya panjang lebar. Kami akan ketengahkan perkataannya di sini dengan sedikit diringkas, "Termasuk macam-macam penjelasan yang terkandung dalam Kitab yang diberkahi ini, pendapat sebagian ulama dalam satu ayat, dan pada ayat yang sama terdapat petunjuk yang menunjukkan tidak benarnya pendapat tersebut. Di antaranya adalah ayat yang mulia ini. Penjelasannya adalah, pada ulama berbeda pendapat dengan apa yang dimaksud dengan pernikahan dalam ayat ini. Sekelompok ulama berpendapat bahwa yang dimaksud 'nikah' dalam ayat ini adalah bersetubuh dalam arti berzina. Sementara sekelompok ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan nikah dalam ayat ini adalah 'akad pernikahan'.  Maka mereka berpendapat tidak boleh bagi orang baik-baik menikahi wanita pezina, begitu juga sebaliknya. Pendapat ini, bahwa yang dimaksud nikah dalam ayat ini adalah 'menikah' bukan bersetubuh, pada ayat yang sama terdapat petunjuk yang menunjukkan ketidabenarannya. Yaitu petunjuk disebutkannya laki-laki musyrik dan wanita musyrik dalam ayat ini. Karena orang laki-laki muslim tidak boleh menikah dengan wanita musyrik. Berdasarkan firman Allah Ta'ala,  
وَلاَ تَنْكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ  (سورة البقرة: 221)
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman." (QS. Al-Baqarah: 221)
Juga firman Allah Ta'ala,
لاَ هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ (سورة الممتحنة: 10)
"Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka." (QS. Al-Mumtahanah: 10)
 Juga firman Allah Ta'ala,
وَلاَ تُمْسِكُواْ بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ
"Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir." (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Demikian pula, wanita muslimah pezina, tidak dihalalkan menikah dengan laki-laki musyrik, berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَلاَ تُنكِحُواْ الْمُشِرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُواْ
"Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman." (QS. Al-Baqarah: 221)
Menikah dengan wanita musyrik dan laki-laki musyrik tidak halal sama sekali. Maka hal tersebut menjadi petunjuk bahwa yang dimaksud 'nikah' (dalam ayat tersebut) adalah bersetubuh yang berarti berzina, bukan akad nikah. Karena jika diartikan akad nikah menjadi tidak sesuai dengan disebutkannya laki-laki musyrik dan wanita musyrik.
 Sisi kedua adalah pendapat mereka bahwa yang dimaksud dengan 'nikah' dalam ayat tersebut adalah 'perkawinan'. Hanya saja, ayat ini, ' Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina' telah dimansukh (dihapus) dengan firman Allah Ta'ala, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu." (QS. An-Nur: 32). Yang berpendapat bahwa ayat tersebut telah dihapus adalah Sa'id bin Musayyab dan Asy-Syafi'i.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya berkata tentang ayat ini, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan para shahabatnya bahwa yang dimaksud 'nikah' dalam ayat ini adalah bersetubuh. Dan Ibnu Abbas radhiallahu anhuma termasuk shahabat yang paling mengetahui tafsir Al-Quranul Azim serta tidak diragukan lagi ilmunya tentang bahasa Arab. Maka pendapatnya yang mengatakan bahwa yang dimaksud 'nikah' dalam ayat ini adalah bersetubuh, bukan akad, menunjukkan bahwa hal tersebut berlaku dalam gaya bahasa yang fasih. Maka dugaan bahwa penafsiran ini (mengartikan 'nikah' dalam ayat tersebut sebagai 'setubuh') tidak sah dari sudut pandang bahasa Arab, terbantahkan oleh pendapat Ibnu Abbas.
Sekelompok ulama lain ada yang berpendapat, tidak boleh menikahkan seorang laki-laki pezina dengan wanita baik-baik, tapi tidak sebaliknya (boleh menikahkan laki-laki baik-baik dengan wanita pezina). Ini adalah pendapat dalam mazhab Ahmad. Diriwayatkan pula pendapat tersebut dari Al-Hasan dan Qatadah. Mereka yang berpendapat seperti ini berdalil dengan beberapa ayat dan hadits.
Di antara ayat yang mereka jadikan dalil adalah ayat yang sedang kita bahas ini, yaitu firman Allah Ta'ala,
الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرّمَ ذالِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin."
Mereka berkata, "Yang dimaksud 'nikah' dalam ayat ini adalah perkawinan. Allah telah menjelaskan tentang pengharamannya dalam firman-Nya, " dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin."  Mereka berkata, 'Isyarat dengan kata 'yang demikian itu' kembali kepada perkawinan laki-laki pezina dengan selain wanita pezina dan wanita musyrik. Berarti secara tekstual Al-Quran telah menyatakan diharamkannya menikahkan laki-laki pezina dengan wanita baik-baik, begitu juga sebalinya.
Di antara ayat yang mereka jadikan dalil adalah firman Allah Ta'ala,
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِى أَخْدَانٍ (سورة المائدة: 5)
(Dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. (QS. Al-Maidah: 5)
Mereka berkata, firman Allah Ta'ala, " dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina" maksudnya adalah menjaga dirinya dengan tidak melakukan zina. Maka, pemahaman kebalikan dari ayat ini adalah tidak dibolehkan menikahkan seorang laki-laki pezina dengan wanita mukmin yang menjaga kehormatannya, tidak juga dengan wanita yang baik-baik dari kalangan Ahli Kitab.
Firman Allah Ta'ala,
فَانكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَءاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَات غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلاَ مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ (سورة النساء: 25)
"Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; (QS. An-Nisa: 25)
Yang dimaksud dengan 'wanita yang memelihara diri bukan pezina' adalah wanita yang menjaga kehormatannya, bukan wanita pezina. Maka pemahaman kebalikan dari ayat ini adalah bahwa seandainya mereka wanita pezina yang tidak memelihara dirinya, niscaya tidak boleh menikah dengannya.
Termasuk dalil dari pendapat ini adalah bahwa semua hadits yang diriwayatkan tentang turunnya ayat,
الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik."
Semuanya berbicara tentang akad nikah, tidak satupun yang berbicara tentang bersetubuh. Sedangkan yang telah ditetapkan dalam Ushul fiqh, bahwa gambaran yang terdapat dalam sebab turunnya ayat harus menjadi bagian dari hukum dalam ayat tersebut. Begitu pula terdapat dalam sunnah yang mendukung benarnya pendapat mereka dalam ayat tersebut,yaitu bahwa yang dimaksud 'nikah' dalam ayat tersebut adalah 'perkawinan' dan bahwa seorang laki-laki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina semacamnya.
Abu Hurairah radhiallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkata,
 الزاني المجلود لا ينكح إلا مثله
"Seorang pezina laki-laki yang telah di(hukum) cambuk, tidak boleh menikah kecuali dengan (wanita pezina) semisalnya."
Ibnu Hajar berkata dalam Kitab Bulughul Maram dalam hadits Abu Hurairah ini; Riwayat Ahmad dan Abu Daud, para perawinya tsiqoh.
Adapun hadits yang diriwayatkan tentang sebab turunnya ayat ini. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa seorang laki-laki muslim minta izin kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang seorang wanita yang dikenal dengan nama Ummu Mahzul, dia dikenal sebagai pezina. Wanita tersebut minta dia menikahinya dengan syarat dia (sang wanita) yang memberi nafkah kepadanya. Maka ketika dia minta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, atau menyebutkan permasalahannya, Nabi membaca ayat,  "Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik."
Di antaranya juga hadits Amr bin Syu'aib dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Martsab bin Abu Martsad Al-Ghanawi membawa tawanan di Mekah. Dahulu di Mekah terdapat pelacur yang dipanggil 'Inaq' yang dahulunya merupakan kekasihnya. Dia berkata, "Maka aku datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah aku boleh menikah dengan Inaq?' Beliau diam tidak menjawabku, lalu turun ayat,
 وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ
"Wanita pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik.
Maka kemudian beliau memanggilku, lalu membacanya di hadapanku. Lalu beliau berkata, "Jangan nikahi dia." Riwayat Abu Daud, Nasa'I dan Tirmizi. Dia berkata, 'Hadits ini hasan gharib, tidak kami ketahui kecuali jalur periwayat ini."
Mereka berkata, "Hadits-hadits ini dan semacamnya menunjukkan bahwa yang dimaksud 'nikah' pada ayat   الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً   adalah perkawinan, bukan bersetubuh. Dan sebab turunnya ayat seudah semestinya termasuk bagian dari hukum dalam ayat tersebut, sebagaimana telah ditetapkan dalam ilmu Ushul Fiqh.
Ibnu Qoyim berkata dalam Kitab Zadul Ma'ad, redaksinya sebagai berikut, "Adapun menikahi wanita pezina, telah Allah tegaskan keharamannya dalam surat An-Nur. Dia menjelaskan bahwa yang menikahinya, kalau tidak dia seorang laki-laki pezina atau laki-laki musyrik. Maka, dia boleh jadi berpegang teguh dengan hukum Allah Ta'ala dan meyakini kewajibannya atau tidak. Apabila dia tidak melaksanakannya dan tidak meyakininya, maka dia musyrik. Apabila dia melaksanakannya dan meyakini kewajibannya, namun dia menyalahinya, maka dia pezina. Kemudian Allah menjelaskan keharamannya, " dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin."
Pendapat bahwa ayat tersebut dihapus oleh ayat, 'Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu." (QS. An-Nur: 32), tak diragukan lagi sebagai pendapat yang paling lemah. Lebih lemah dari itu, pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud 'nikah' adalah zina. Karena, dengan demikian, makna ayatnya adalah 'Pezina laki-laki tidak berzina kecuali dengan wanita pezina dan musyrik. Pezina wanita tidak bezina kecuali laki-laki pezina dan musyrik. Kalamullah harus dipelihara dari pendapat seperti itu. Begitu pula memahami ayat tersebut sebagai wanita pelacur dari kalangan musyrik, adalah pendapat yang sangat jauh maknanya dari segi bahasa dan susunan kalimatnya. Bagaimana tidak, karena Allah Ta'ala membolehkan menikahi orang-orang merdeka dan budak semata-mata dengan syarat terjaga kehormatan.
Dia berfirman, "Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya," (QS. An-Nisa: 25)
Allah membolehkan menikahinya karena kondisi tersebut, bukan karena yang lainnya. Petunjuk ini bukan berdasarkan pemahaman, tapi asal dari bersetubuh adalah haram, maka membolehkannya hanya terbatas pada apa yang telah dijelaskan dalam syariat. Selain ini hukum tetap kembali kepada asalnya, yaitu haram." Demikin kesimpulan dari pernyataan Ibnu Qoyim.
Dalil-dalil yang telah kami sebutkan adalah argumen orang-orang yang berpendapat dilarangnya menikahkan laki-laki pezina dengan wanita yang baik-baik, begitu juga sebaliknya. Jika anda telah mengetahui pendapat-pendapat para ulama dan dalil-dalil mereka tentang pernikahan perempuan dan laki-laki pezina, maka berikutnya kita akan mendiskusikan dalil-dalil mereka.
Adapun ucapan Ibnu Qoyim, bahwa pemahaman 'nikah' sebagai 'bersetubuh' hendaknya Kitabullah dipelihara dari pemahaman semacam itu, terbantahkan oleh pendapat Ibnu Abbas, padahal dia adalah orang yang memahami bahasa Arab dan makna Al-Quran, yang berdasarkan riwayat shahih darinya bahwa 'nikah' yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bersetubuh. Seandainya makna seperti ini Kitabullah harus dipelihara darinya, niscaya Ibnu Abbas telah lebih dahulu menjaganya. Namun dia tidak mengatakan demikian dan tidak akan tersembunyi baginya jika memang Al-Quran hendaknya dipelihara dari pemahaman secaman itu.
Ibnu Al-Arabi berkata terkait penafsiran Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud nikah tersebut adalah zina, 'Ini adalah makna yang benar'. Demikian Al-Qurthubi mengutip darinya.
Adapun perkataan Said bin Musayyab dan Asy-Syafii, bahwa ayat
الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً
   telah dimansukh (dihapus) oleh ayat
 ( وَأَنْكِحُواْ الايَامَى مِنْكُمْ ).
 Kemungkinan tersebut cukup jauh. Karena ketetapan yang terdapat dalam kaidah mazhab Syafi'i, Malik dan Ahmad adalah bahwa dalil yang bersifat khusus tidak dapat dihapus oleh dalil yang bersifat umum, dan bahwa dalil yang khusus secara mutlak masuk dalam perkara yang umum. Apakah diturunkannya lebih dahulu atau belakangan. Sebagaimana diketahui bahwa ayat
( وَأَنْكِحُواْ الأيَامَى مِنْكُمْ )
lebih bersifat umum secara mutlak ketimbang ayat
( الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً )
  maka pendapat yang mengatakan bahwa ayat tersebut dihapus, terlarang dengan sendirinya berdasarkan prinsip yang telah ditetapkan dalam mazhab imam yang tiga tersebut. Akan tetapi hal tersebut dibolehakn berdasarkan kaidah yang terdapat dalam mazhab Hanafi rahimahullah. Sebagaimana telah kami jelaskan dalam surat Al-An'am.  
Sudah dijawab tentang pendapat Said bin Musayyab dan Syafii tentang penghapusan ayat tersebut bahwa keduanya memahaminya dari tanda yang terdapat dalam ayat, yaitu bahwa orang merdeka yang belum menikah tidak dibatasi dengan kesalehan. Pembatasan kesalehan tersebut hanya menjadi batas bagi hamba laki-laki maupun perempuan. Karena itu Allah berkata setelah ayat tersebut 
( وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمائِكُمْ )
Dia berkata, batasannya adalah 'Allah memaafkan dan mengampuninya.'
Ayat yang mulia ini merupakan ayat yang paling sulit pemahamannya. Karena jika memahami nikah sebagai perkawinan, tidak sesuai dengan kata 'wanita musyrik' dan 'laki-laki musyrik'. Sedangkan jika 'nikah' dipahami sebagai 'bersetubuh' tidak sesuai dengan hadits-hadits yang berkaitan dengan ayat tersebut. Maka dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan 'nikah'dalam ayat tersebut adalah perkawinan.
Saya tidak mengetahui solusi yang jelas tentang pemahaman ayat ini kecuali sedikit mengabaikan beberapa hal. Yaitu bahwa pendapat yang paling shahih menurut kalangan ahli ushul, sebagaimana diterangkan oleh Abul Abbas Ibnu Taimiah dalam tesisnya dalam ilmu Al-Quran dan dia katakan sebagai pendapat ulama mazhab yang empat, bahwa dibolehkan memaknai kalimat yang memiliki makna berbeda dengan dua makna atau beberapa makna. Maka jika dikatakan,
'عدا اللصوص البارحة على عين زيد'
(Para pencuri itu malam tadi telah melakukan kejatan terhadap 'mata' zaid) maka dapat kita katakan bahwa yang dimaksud adalah bahwa mereka telah melukai mata penglihatannya, merusak mata airnya yang mengalir dan mencuri 'mata' yang terdapat dalam emas dan peraknya.
Jika hal tersebut telah anda terapkan, maka ketahuilah bahwa kata 'nikah' memiliki kandungan makna yang sama antara bersetubuh dan perkawinan. Berbeda dengan yang mengaku bahwa hakekat maknanya adalah salah satunya saja, sedang makna lainnya bersifat majaz (kiasan), sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya.
Jika dibolehkan satu kata mengandung dua makna yang berbeda, maka kata 'nikah' dalam ayat ini dapat bermakna perkawinan dan bersetubuh sekaligus. Sedangkan disebutkannya wanita musyrik dan laki-laki musyrik dalam penafsiran kata 'nikah' dengan bersetubuh saja, bukan akad perkawinan. Ini yang disebut sebagai tindakan sedikit mengabaikan prinsip tadi, sebagaimana telah kami nyatakan. Ilmu hanya di sisi Allah Ta'ala. Mayoritas ulama berpendapat dibolehkannya menikah dengan wanita pezina, sedangkan yang melarangnya lebih sedikit. Dalil-dalil semua pihak telah saya jelaskan.
Ketahuilah bahwa mereka yang berpendapat dibolehkannya orang laki-laki baik-baik menikah dengan wanita pezina, tidak berarti sang suami pezina tersebut yang dikenal orang baik, sebagai dayyuts, karena dia menikahinya semata-mata untuk melindunginya dan menjaganya serta mencegahnya dari perbuatan nista, yaitu dengan memantaunya selalu, dan jika dia keluar, pintu rumah ditutup, diringi kecemburuan yang sangat serta menghindar dari dari hal yang dapat menimbulkan prasangka. Jika terjadi sesuatu diluar pengetahuannya sementara dia telah sungguh-sungguh memeliharanya, maka tidak ada dosa padanya, dan dia tidak disebut dayyuts, sebagaimana diketahui.
Lebih baiknya menurut kami dalam masalah ini adalah bahwa seorang muslim seyogyanya tidak menikah kecuali dengan wanita yang baik-baik dan menjaga kehormatannya, berdasarkan ayat-ayat dan hadits yang telah kami sebutkan. Hal ini dikuatkan dengan hadits
فاظفر بذات الدين تربت بداك
"Pilihlah wanita yang memiliki agama yang baik, niscaya kamu beruntung." Wallahua'lam. Demikian penjelasan dari Syekh Amin Asy-Syinqithy, rahimahullah.

Monday, February 21, 2011

Do'a Memohon Segala Ampunan

Maukah Anda mengetahui do’a memohon ampunan pada Allah atau istighfar yang sudah mencakup segala hal, sudah mencakup segala dosa? Inilah do’a yang diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang moga-moga bisa rutin kita amalkan dalam do’a-do’a kita sehari-hari. Karena kita tahu bersama bahwa kita adalah manusia yang tidak luput dari salah baik tatkala bercanda atau serius. Moga dengan do’a ini, Allah mengampuni dan memaafkan kesalahan-kesalah kita yang ada.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى جِدِّى وَهَزْلِى وَخَطَئِى وَعَمْدِى وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى

Allahummagh-firlii khothii-atii, wa jahlii, wa isrofii fii amrii, wa maa anta a’lamu bihi minni. Allahummagh-firlii jiddi wa hazlii, wa khotho-i wa ‘amdii, wa kullu dzalika ‘indii

(Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku. Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupn sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan)[1]

Penjelasan
Do’a ini adalah do’a yang mencakup segala macam istighfar (memohon ampunan pada Allah). Karena do’a ini sifatnya umum mencakup semuanya dan disertai dengan perincian dengan lafazh yang tegas.
Makna do’a ini adalah ‘Ya Allah, ampunilah dosaku seluruhnya (dosa kecil maupun dosa besar). Ampunilah dosa yang muncul karena kejahilan diriku, karena sikap melampaui batas dalam segala hal. Ya Allah, ampunilah dosaku semuanya yang kuketahui maupun tidak kuketahui, yang diperbuat dalam keadaan serius atau bercanda, dan yang diperbuat di kala keliru (tidak sengaja) dan di kala sengaja. Aku mengakui semua dosa-dosa ini, Ya Allah’.

Sedangkan kalimat do’a yang terakhir “wa kullu dzalika ‘indii”, maksudnya adalah pengakuan kepada Allah bahwa kita adalah hamba yang penuh dosa. Kita mengakui semua dosa itu sehingga timbullah rasa hina di hadapan Allah, maka kita pun mohon ampun pada-Nya. Hal ini menunjukkan pada kita bahwa pengakuan seorang hamba terhadap dirinya bahwa ia penuh kekurangan, ini adalah salah satu sebab diterima taubat dan diampuninya dosa.

Renungkanlah Do’a
Ada satu pelajaran dari sini yang perlu diperhatikan. Do’a ini menunjukkan bahwa sudah seharusnya seseorang ketika berdo’a merenungkan maksud do’a yang ia panjatkan karena ini memberikan pengaruh amat besar pada jiwa. Hal ini akan menimbulkan kekhusyu’an, rasa tunduk dan hina di hadapan Ar Rahman. Inilah yang menunjukkan sempurnanya ibadah seseorang dalam beribadah kepada Allah.

Pelajaran Penting
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah memberikan faedah berharga mengenai do’a:
[1] Hendaknya seseorang menghadirkan segala apa yang ingin ia minta.
[2] Ketika berdo’a berarti kita sedang berinteraksi dengan Allah. Ketika seseorang merinci atau banyak meminta kepada Allah ketika interaksi tersebut, itu membuat Allah lebih menyukainya dibanding dengan hanya ringkas saja dalam meminta.
[3] Semakin banyak seseorang berdo’a, berarti ia semakin dekat dengan Allah.
[4] Semakin banyak seseorang berdo’a (memohon), itu tanda bahwa ia semakin butuh pada Allah Ta’ala. (Tafsir Surat ‘Ali Imron 1/116)

[Disarikan dari Syarh Ad Du’aa, Hamir bin ‘Abdul Humaid bin Miqdam, do’a no. 84][2]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

oleh : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Gusti Allah Tidak “nDeso”

Gusti Allah Tidak “nDeso”
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun.
“Cak Nun,”
kata sang penanya, “misalnya pada waktu bersamaan
tiba-tiba sampeyan
menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu:
pergi ke masjid untuk
shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar
tukang becak miskin ke
rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?”
Cak Nun menjawab lantang, “Ya nolong orang kecelakaan.”
“Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?” kejar si
penanya.
“Ah, mosok Allah ndeso gitu,” jawab Cak Nun. “Kalau saya
memilih
shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak
ngajak-ngajak, ” katanya
lagi. “Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga
orang yang
memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.
Bagi kita
yang menjumpai orang yang saat itu juga harus
ditolong, Tuhan tidak
berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang
kecelakaan itu.
Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang.
Kata Tuhan: kalau engkau
menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau
menegur orang yang
kesepian, Akulah yang kesepian itu.Kalau engkau memberi
makan
orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.
Seraya bertanya balik, Emha berujar, “Kira-kira Tuhan suka
yang mana dari tiga
orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca
al-quran, membangun
masjid, tapi korupsi uang negara.
Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal
al-quran, menganjurkan
hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan
mengobarkan semangat
permusuhan.
Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran,
tapi suka beramal,
tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?”
Kalau
saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau
korupsi uang negara,
itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid.
Kalau korupsi uang
rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi
menginjak-injaknya. Kalau
korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi
menginjak Tuhan. Sedang
orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih
sayang, itulah orang
yang sesungguhnya sembahyang dan membaca Al-Quran.
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat
shalatnya. Standar
kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya
dia hadir di kebaktian
atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output
sosialnya : kasih
sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan
dengan orang lain,
memberi, membantu sesama.
Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti
shalat, ikut misa, atau
ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan
memiliki
perilaku yang santun dan
berkasih sayang.
Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah
sikap. Semua agama
tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih
sesama. Bila kita
cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian,
ikut misa, datang ke
pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang
beragama. Tetapi, bila
saat bersamaan kita tidak
mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan
anak-anak terlantar,
hidup bersih, maka itulah orang beragama.
Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari
kesalehan personalnya,
melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan
pribadi, tapi
kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa
menggembirakan
tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati
orang lain, meski beda
agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan
social pada
kaum
mustadh’afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan
tidak mengambil yang
bukan haknya.
Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan
jiwa sosial tinggi.
Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid,
sementara beberapa
meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan. ~

Jangan Malu Mengatakan Aku Tidak Tahu

Artikel Buletin An-Nur :

Jangan Malu Mengatakan Aku Tidak Tahu
Selasa, 15 Agustus 06

Allah subhanahu wata’ala mencela orang-orang yang berkata tentang sesuatu dengan tanpa ilmu, Dia mencela mereka di dalam Kitab-Nya yang Agung dan melalui lisan rasul-Nya yang mulia. Ini disebabkan karena ucapan tanpa ilmu adalah menyesatkan bukan memberi petunjuk, merusak bukannya mem-bangun. Sedangkan ucapan seseorang “Aku tidak tahu” dalam suatu hal yang tidak dia ketahui maka ini bukanlah aib, bukan cela dalam ilmunya maupun dalam kemampuannya, bahkan merupakan cerminan kesem-purnaan pengetahuannya.

Ketika Allah subhanahu wata’ala bertanya kepada para Rasul tentang ummatnya sepeninggal mereka, yakni tatkala mereka dikumpulkan pada hari Kiamat maka para rasul menjawab, “tidak tahu.” Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“(Ingatlah), hari diwaktu Allah mengumpulkan para rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), "Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)-mu". Para rasul menjawab, "Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu); sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghaib". (QS. Al-Maaidah:109)

Demikian para rasul ketika Allah subhanahu wata’ala bertanya tentang ummatnya, “Apa jawaban ummatmu terhadap seruanmu?” Maka mereka menjawab, “Kami tidak mempunyai pengetahuan tentang itu,” pengetahuan tentang itu hanya ada pada-Mu wahai Rabb kami, Engkau lebih mengetahui daripada kami, sebab Engkaulah yang mengetahui perkara ghaib, yaitu Engkau mengetahui segala sesuatu yang ghaib dan yang tampak.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa'di, 2/36)

Ketika Allah subhanahu wata’ala bertanya kepada para malaikat tentang nama-nama benda yang ada di bumi, maka para malaikat menjawab sebagaimana firman-Nya, artinya,
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kamu orang yang benar!” Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah:31-32)

Para malaikat tidak malu untuk menyerahkan perkara yang tidak mereka ketahui kepada yang mengetahuinya yakni Allah subhanahu wata’ala.

Ilmu merupakan lautan yang tidak bertepi, dan tidak ada yang dapat meliputinya kecuali Dzat yang Maha Meliputi segala sesuatu dengan ilmu, Allah Yang Maha Agung.

Adapun manusia, maka seluruh manusia hanya mempunyai perbekalan sedikit dari ilmu, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, "Dan tiadalah kalian diberikan ilmu kecuali hanya sedikit." (QS. Al-Israa’: 85). Jika demikian, maka bukan hal yang memalukan dan bukan merupakan aib jika seorang guru, ustadz atau siapa saja mengatakan tidak tahu terhadap apa yang tidak dia ketahui.

Al-Mawardi rahimahullah dalam Adabu ad-Dunya wa ad-Diin hal 123 mengatakan, “Jika seseorang tidak dapat menguasai sesuatu dengan ilmu maka bukan merupakan cela jika dia bodoh dalam sebagiannya. Dan jika bodoh dalam sebagian perkara bukan suatu aib maka bukan merupakan keburukan jika seseorang mengatakan “Aku tidak tahu” dalam hal yang tidak ia ketahui.”

Bahkan merupakan keburukan yang sangat besar jika seseorang melakukan penipuan terhadap orang lain dengan ucapan yang salah dan ngawur. Para siswa atau pun masyarakat pada umumnya jika mendapati seorang pengajar atau ustadz yang memberikan jawaban salah (ngawur) hanya semata-mata agar bebas dari satu kasus tertentu, maka suatu saat kebohongannya pasti akan tersingkap baik dalam waktu dekat atau lambat. Dan yang terjadi setelah itu adalah para siswa atau orang-orang akan kehilangan keper-cayaan terhadap setiap pengajaran dan informasi yang dia sampaikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri ketika beliau ditanyai sesuatu lalu beliau tidak mengetahui jawabannya, maka beliau mengatakan, “Aku tidak tahu,” sehingga turun wahyu kepada beliau tentang hal tersebut.

Suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah tempat manakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu orang tersebut bertanya lagi, “Tempat manakah yang paling buruk?” Maka Rasulullah menjawab, “Aku tidak tahu.” Orang tersebut lalu berkata, “Tanyakanlah kepada Rabbmu.” Maka datanglah Jibril ’alaihissaalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau berkata, "Wahai Jibril tempat manakah yang paling baik? Jibril menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu Nabi bertanya lagi, “Tempat manakah yang paling buruk?” Maka Jibril menjawab, “Aku tidak tahu.”

Demikianlah, hingga akhirnya Jibril ’alaihissaalam bertanya kepada Allah subhanahu wata’ala, sehingga diberitahukan bahwa tempat yang paling baik adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling buruk adalah pasar-pasar.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga telah mem-berikan contoh kepada kita dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengatakan, “Langit yang manakah tempat aku bernaung, bumi manakah tempat aku berpijak jika aku mengatakan tentang Kitabullah dengan tanpa ilmu?”

Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan, “Sesungguhnya termasuk bagian dari ilmu jika engkau mengatakan tentang sesuatu yang tidak engkau ketahui, ‘Allahu a'lam (Allah yang lebih tahu).”

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan sebagaimana diriwayat-kan oleh Asy-Sya'bi, bahwa beliau keluar menemui para tabi'in lalu berkata, “Sungguh membuat hati menjadi sejuk.” Lalu ditanyakan, “Apakah itu?” Beliau berkata, “Engkau mengatakan, “Allahu a'lam” terhadap sesuatu yang tidak engkau ketahui.”

Nafi' mantan budak Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari beliau, dia mengatakan, “Bahwa Ibnu Umar apabila ditanya tentang sesuatu yang tidak dia ketahui dia menjawab, “Tidak tahu, aku tidak memiliki pengetahuan tentang itu.” Dan tentunya masih banyak ucapan-ucapan yang semakna dengan ini dari para shahabat, para imam dan ulama kaum muslimin.

Seorang penyair berkata,
Jika kau tak tahu tentang sesuatu yang ditanyakan padamu
Sementara tentangnya engkau tidak punya ilmu
Maka jangan katakan dengan tanpa kepahamanmu
Sesungguhnya kesalahan adalah cela bagi ahli ilmu

Jika engkau tidak tahu akan suatu perkara
Maka katakan aku tidak tahu jawabannya
Inilah bagian dari ilmu di sisi para ulama
Demikian selalu dikatakan oleh para hukama.

Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

* Ucapan dengan tanpa ilmu adalah perbuatan yang tercela, baik menurut Kitabullah maupun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

* Orang yang berbicara dengan tanpa ilmu maka dia merusak bukan membawa kebaikan.

* Ketidaktahuan tentang sesuatu bukan merupakan aib dan kekurangan bagi seorang guru (pengajar).

* Rasa malu atau keengganan mengucapkan, “saya tidak tahu” jangan sampai menyebabkan seorang pengajar memberikan informasi yang salah kepada para pelajar.

* Setiap pengajar wajib menanamkan pondasi sikap ini kepada seluruh siswa dan menekankan hal tersebut.

* Ucapan “saya tidak tahu” adalah bagian dari ilmu bahkan Abu Darda' radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ia adalah separuh dari ilmu.”



Sumber: “Al Mu’allim al Awwal, Fuad bin Abdul Aziz Al Syalhub (Kholif Abu Ahmad)

Sunday, February 20, 2011

3 hati 2 dunia 1 cinta

Sudah pernah nonton film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” belum? Kalo belum, nggak usah malu. Itu karena film ini isinya nggak penting alias nggak bermutu. Tema yang diangkat oleh film ini adalah hubungan cinta beda agama antara laki-laki muslim dengan perempuan non muslim. Diceritakan dalam film tersebut tentang cinta sepasang remaja yang berbeda keyakinan. Antara Rosid dan Delia. Rosid adalah seorang seniman keturunan

Arab sedangkan Delia adalah seorang penganut Kristen Katolik. Film ini diangkat dari sebuah novel berjudul “Thе Da Peci Code”. Dalam film ini tokoh Rosid yang kribo diperankan oleh Reza Rahadian. Dalam film ini juga turut bermain Laura Basuki dan Arumi Bachsin.
Campur aduk hak dan batil

Usaha musuh-musuh Islam untuk mengalahkan kaum muslimin begitu kreatif. Anak-anak muda yang cenderung suka having fun dicekoki dengan film yang mengarahkan ke tujuan tertentu. Tak bisa meraih tujuan dengan cara biasa, maka diambillah langkah tak biasa. Toleransi semu yang seringkali digembar-gemborkan misalnya ajakan untuk merayakan hari raya agama lain tak berhasil, maka dicarilah cara lain.

Salah satunya adalah dengan memberikan topik ringan yang disuka kaum muda yaitu tema cinta.
Toleransi semu yang melibatkan perasaan, seringkali menjebak banyak kaum muda. Jiwa muda yang menggelora dan meledak-ledak apalagi untuk urusan cinta menjadi begitu mudah dimanipulasi. Sudah pada dasarnya orang yang jatuh cinta itu seringkali logikanya meluncur ke level paling rendah, ditambah lagi dengan cinta buta terhadap lawan jenis beda keyakinan. Top dah, cinta buta bin tolol yang pernah ada di dunia.

Gula Jawa rasa coklat, logika miring orang jatuh cinta. Tapi ini masih mendinglah, daripada tahi kucing rasa coklat. Ini logika orang gila yang kehilangan indra perasa. Tapi di antara itu semua, ada yang kehilangan akal sehat melebihi sekadar kehilangan indra perasa seperti perumpamaan di atas. Yaitu ketika jatuh cinta pada seseorang beda keyakinan, dinasehatin tetap saja ngeyel, bahkan suka memutar balik ayat hanya sekadar mencari pembenaran plus durhaka sama orang tua demi cinta buta. Pesan-pesan seperti inilah yang berusaha ditanamkan dalam film ini.

Sobat muda, hubungan “cinta-kasih” beda agama itu bukan masalah sepele. Bukan cuma melibatkan hati dan perasaan saja, tapi lebih ke berbagai aspek luas lainnya. Di sini nanti akan bersinggungan dengan yang namanya etika pergaulan antar lawan jenis. Bila berhubungan dengan seseorang yang beda keyakinan, akan ribet urusannya karena si dia pasti terheran-heran bahwa ada agama yang begitu mengatur secara detil tentang pergaulan. Belum lagi terkait juga dengan keberatan dari kedua belah pihak karena itu nantinya pihak keluarga harus siap menerima calon anggota keluarga yang berbeda keyakinan, dan itu tidak mudah. Yang paling penting adalah terkait dengan akidah yang ini urusannya sama sekali tidak bisa dipandang enteng.
Dunia dan akhirat, Bro!

Telah jelas yang hak dan yang batil itu. Adanya hubungan beda keyakinan ibarat mencampur air susu dengan air comberan. Apakah kamu mau meminum air yang sudah terkontaminasi ini? Boro-boro disuruh minum, mendengarnya saja kamu pasti sudah jijay bajay alias ogah banget. Seperti ini juga gambaran orang yang menjalin hubungan asmara dengan beda keyakinan. Bila perempuannya muslimah dan laki-lakinya non muslim, hubungan seperti ini sudah jelas haram. Ikatan mereka tidak sah, bahkan hubungan suami istri mereka statusnya sama dengan berzina. Naudzubillah.

Bila yang laki-lakinya muslim dan perempuannya non muslim, memang ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini. Perbedaan pendapat inilah yang sepertinya dimanfaatkan oleh orang-orang liberal yang berada di balik pembuatan film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” untuk dibidik dalam melemehkan keyakinan pemuda muslim lainnya. Ada pendapat yang membolehkan bila laki-lakinya muslim, karena dialah yang akan menjadi imam dalam keluarga. Diharapkan ia bisa memimpin istri dan anak-anaknya agar masuk Islam bersama-sama. Tapi bagaimana bila kenyataan berbicara sebaliknya? Hmm…
Pemurtadan terselubung

Banyak kasus terjadi, laki-laki tidak bisa membuat istrinya yang beda agama agar mau memeluk Islam. Sebaliknya, si suami malah terseret murtad karena bujuk rayu mulut perempuan non muslim yang telah menjadi istrinya itu. Si suami pun mudah tergoda dengan alasan demi keutuhan rumah tangga dan anak-anak. Bukannya menyelamatkan keluarga dari siksa api neraka seperti yang diperintahkan dalam al-Quran, si suami malah dengan sukarela akhirnya menapak jejak yang mendekatkannya pada neraka jahanam.

Firman Allah Swt. (yang artinya): “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS al-Baqarah [2]: 221)

Yang sudah menikah saja kasus seperti ini banyak, apalagi yang belum menikah. Selain pemurtadan, kedua pasangan ini akan banyak melanggar etika pergaulan dalam Islam. Misalnya saja berkhalwat atau berdua-duaan dengan non mahram alias mojok berdua sebagaimana pada umumnya aktivitas pacaran. Masa’ iya hubungan dengan seorang non muslim diajak berta’aruf yang islami? Pastilah akan banyak pertanyaan dan keberatan yang menyertai. Tidak bisa tidak, memahamkan secara akidah harus diberikan sebelum sampai pada etika hubungan dengan lawan jenis. Nah, bisakah ini dilakukan?

Kamu jangan lupa juga bahwa seringkali orang yang nekat menjalin hubungan asmara beda agama adalah mereka yang cenderung tidak paham terhadap Islam. Bila pun mereka mengaku paham, sebetulnya mereka cuma hapal tanpa tahu konteks makna dalil yang dihapalkan itu. Hal ini banyak menimpa mereka yang sok hapal plus sik tahu banyak dalil kemudian dengan sombongnya memutar balik ayat. Bahkan ada juga seorang yang mengaku dirinya ulama, anak perempuannya malah menikah dengan non muslim keturunan yahudi.

Bahkan dia sendiri yang menjadi wali bagi anaknya yang itu artinya dia restui poerzinaan tersebut. Sebab,  menurut hukum Islam, haram seorang muslimah menikah dengan orang musyrik dan kafir.
Upaya para manusia yang mengaku dirinya ulama dan cendekiawan muslim ini jelas-jelas merusak. Mereka mempunyai makar, tapi rencana Allah jauh lebih dahsyat untuk menggagalkan upaya liberalisasi ide Islam ini.

Firman Allah Swt. (yang artinya): “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS Ali Imraan [3]: 54)
Bro en Sis, mereka sering kalah dan gagal ketika duduk berdialog dengan ulama dan cendekiawan Islam yang lurus. Karena gagal di ranah ilmiah inilah, akhirnya ada orang-orang yang seide dengan para sekularis bin liberalis ini mengangkatnya dengan tema hiburan berupa film. Cemen banget dah!
Bе careful!

Setelah mendapatkan wawasan baru tentang upaya musuh-musuh Islam dalam merusak generasi muda muslim, kamu kudu waspada. Nonton film tersebut sih boleh-boleh saja, tapi kamu kudu siap dengan saringan atau filternya. Apaan tuh filternya? Tentu saja Islam dong. Emang ada filter yang lain selain Islam? Jawabnya tak ada filter yang mampu menyaring sampah-sampah ide kotor semisal toleransi semu ala sekularis kecuali Islam saja.

Nonton film tak sekadar nonton film. Karena setiap perbuatan anak manusia akan dipertanggungjawabkan di yaumul akhir nanti, maka berbuatlah bijaksana meskipun hanya untuk nonton film ini. Seharusnya setelah membaca uraian di atas, kamu bisa menyikapi dengan bijak isi film tersebut dan menangkap makna tersirat dalam upaya melegalkan kawin campur beda keyakinan yang merusak itu. Kamu semakin kritis dan cerdas, plus juga makin hati-hati dalam memilih tontonan.Ingat, fungsi tontonan saat ini sangat berpeluang besar untuk menjadi tuntunan alias ditiru oleh para penontonnnya.

Jangan sampai kamu terjerumus! Menonton film apalagi yang merusak akidah dan pemahaman, kudu hati-hati banget. Perkuat dulu keimanan dan wawasan keislaman kamu. Jangan sampai niat hati mau cari hiburan tapi malah menjerumuskan. Begitu juga dengan teman-teman kamu yang biasanya pada demen nonton film. Paling tidak pelajari dulu isi film, pahamkan tentang muatannya yang merusak akidah dan mengajak pada kebatilan, baru deh nonton filmnya penuh dengan kekritisan khas pemuda muslim yang cerdas.

Kalau ini yang kamu lakukan, ѕο pasti keimanan dan kecerdasan kamu bakal makin meningkat, insya Allah. Wawasan ini tak boleh hanya diketahui oleh kamu sendiri saja. Sebarkan isi artikel ini sehingga akan banyak generasi muda muslim yang terselamatkan pemikirannya. Karena hubungan beda agama, jelas-jelas tak membawa manfaat apa pun bagi pelakunya. Selain aktivitasnya yang notabene mendekati zina dengan pacaran, sangat berpeluang mengajak kamu kepada meragukan keyakinanmu sendiri yang nantinya bisa berakibat murtad. Bе careful! Sο, hubungan “cinta-kasih” beda agama? NO WAY! Catet ya! Sip deh.

Thursday, February 17, 2011

tips mempertahankan virgin

Bertahan untuk tetap menjadi perawan atau perjaka terkadang menjadi sesuatu yang sangat sulit. Dorongan nafsu dari dalam diri serta lingkungan sosial yang acuh tak acuh serta turut mendukung pergaulan bebas dapat menyebabkan seseorang yang seharusnya masih perawan dan perjaka kehilangan kesuciannya.

Seseorang yang mampu mengontrol hasrat birahinya sendiri belum tentu akan dapat bertahan hingga tahap pernikahan. Lingkungan budaya sekitar, salah pergaulan serta nasib sial bisa mengakibatkan seorang gadis kehilangan keperawanannya dan seorang laki-laki kehilangan keperjakaannya.

Yang sangat patut diwaspadai adalah pengaruh orang-orang yang memuja seks bebas yang merupakan perwujudan budak nafsu. Mereka seperti penyakit yang senang menulari orang lain untuk berbuat sama seperti dirinya sehingga kemunitasnya membesar. Semakin banyak pecinta seks bebas, maka semakin senang dan puas mereka melakukan variasi serta berganti-ganti pasangan. Mereka rela mengeluarkan banyak uang, pikiran, tenaga dan waktu hanya demi hobi mereka yang semu dan berdampak negatif.

Seorang korban yang terkena pengaruh seks bebas sebelum menikah / pranikah biasanya akan melakukannya terus menerus karena merasa ketagihan atau merasa dirinya sudah terlanjur tidak suci lagi. Semua akan berlangsung terus menerus yang mungkin tanpa disadari akan banyak efek / dampak buruk yang mereka dapatkan dari perilakunya.

Berikut ini adalah cara mempertahankan keperawanan wanita dan keperjakaan pria:

1. Menolak Ajakan Mesum
Jika lawan jenis baik teman maupun pacar kita mengajak sesuatu yang berbau parno segera tolak dan nyatakan dengan serius bahwa kita tidak menyukainya. Jika anda tidak berani menolak dan mengatakan tidak pada sesuatu yang tidak anda sukai, maka dapat mengakibatkan keterusan dan batin pun tersiksa.

2. Berwibawa Dan Tegas Dalam Menjalin Hubungan

Dari awal sebaiknya buat kesepakatan dengan kekasih pujaan hati bahwa kita tidak ingin ada kegiatan yang berbau mesum. Mesum hanya boleh bebas dilakukan setelah menikah kelak. Apabila pacar kita hanya menginginkan tubuh kita saja sebaiknya sudahi saja hubungan yang ada karena dia toh nantinya tidak akan menikahi kita. Habis manis sepah dibuang. Selama berpacaran pun jangan terlalu menggoda agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Perkecil Peluang Melakukan Kegiatan Mesum

Hindari berada di suatu tempat hanya berdua saja dan lebih baik tetap berada dalam wilayah publik atau yang terpantau oleh orang tua.

4. Memilih Pasangan Yang Baik
Carilah cewek atau cowok yang benar-benar cinta kepada kita, bukan hanya karena nafsu birahi saja. Orang yang mencintai kita dan memiliki sikap perilaku yang baik tidak akan melukai dan menyakiti kita.

5. Bersikap Waspada Dan Cerdas
Tetap waspada dalam situasi dan kondisi apapun. Jangan pernah lengah baik dengan orang yang sudah lama kita kenal maupun yang baru kita kenal. Perkosaan dapat terjadi di mana pun dan kapan pun.

6. Puaskan Sendiri Jika Sangat Mendesak
Daripada harus kehilangan keperawanan atau keperjakaan kita sebaiknya lakukan pemuasan sendiri dengan baik dan benar tanpa boleh diketahui orang lain. Kegiatan pemuasan nafsu sendiri mungkin dilarang oleh agama kita, jadi lakukan dengan pertimbangan mendalam.

7. Bangga Menjadi Virgin Perawan/Perjaka

Pergaulan yang salah terkadang menggoyang keyakinan dan budaya kita bahwa tetap menjadi perawan dan perjaka adalah kuno, nggak trendy, katro, gak gaul, gak asyik, payah, jadul, dan lain sebagainya. Justru kita harus melawan dengan rasa kebanggaan tetap memiliki segel yang masih baru dan bagus. Orang yang ingin mencelakakan dan menceburkan kita dalam lembah dosa akan mengajak kita untuk menghilangkan kesucian kita hanya demi trend dan gaul.
8. Jangan Ikut-Ikutan Teman atau Trend

Kita harus mampu menjadi diri sendiri dan tidak bergantung pada teman-teman kita. Teman yang tadinya baik bisa tiba-tiba menjadi buruk dan menularkan keburukannya pada kita karena mungkin dia tidak mau menjadi korban sendirian sehingga mengajak anda turut serta jatuh ke dalamnya. Blacklist dan jauhi teman yang sudah tidak bisa diajak bekerja sama dengan baik dan cari saja yang baru dan baik-baik.

9. Pilih Teman Yang Tidak Menjerumuskan
Dalam bergaul pilihlah yang baik karena mereka tidak akan menjerumuskan anda pada keburukan-keburukan. Pergaulan yang jelek walaupun anda merasa pas, dihargai, keren dan merasa gaul mereka dapa menjerumuskan anda tanpa disadari sehingga hanya sesal di kemudian hari yang bisa anda dapatkan.

10. Menanamkan Nilai-Nilai Sebagai Berikut :

a. Berdampak Buruk Bagi Kesehatan
Seks sebelum pernikahan (pranikah) dan atau berganti-ganti pasangan beresiko tinggi menularkan banyak penyakit berbahaya kepada kita dan keluarga. Menikah dengan pria hidung belang atau wanita jablay pun beresiko menjadi tertular penyakit karena bukan kesalahan kita.

b. Dosa Besar
Bagaimana pun zina / zinah itu dosa dan dosanya besar. Hindari zina dan anda akan bahagia di akhirat kelak.

c. Menikah Dengan Bahagia
Dengan tidak melakukan hubungan seks pra nikah anda akan lebih dicintai, dihormati dan dihargai oleh pasangan anda ketika menikah. Batin pun puas dan bahagia karena memberikan sesuatu yang paling berharga dari diri kita untuk orang yang paling kita cintai.

d. Seks Bebas = Narkoba = Merokok = Ketagihan
Sekali mencoba ngeseks bebas maka kita bisa terjerumus dalam lubang kenistaan yang dahsyat. Ketagihan dan ketergantungan ada seks bebas akan terus membayangi kita seumur hidup. Jika telah menikah dan ternyata tidak memiliki kemampuan seks yang baik kita pun akan selalu membanding-bandingkan dengan yang lain dan cenderung akan melakukan selingkuh untuk mencari kepuasan sesaat yang sesat.

e. Merusak Masa Depan
Hamil muda tanpa suami, punya anak haram hasil hubungan gelap / pergaulan bebas, dikanal sebagai orang kotor, dan lain sebagainya merupakan aib bagi kita sendiri dan juga aib bagi keluarga dan orang-orang terdekat kita. Sekali rusak maka masa depan anda taruhannya. Pederitaan bisa anda alami hingga akhir hayat.

f. Kehilangan Kesucian Adalah Kekalahan
Sama seperti sedang puasa di mana tujuannya adalah mempertahankan hawa nafsu demi menjadi orang yang lebih baik dan berkah dari Tuhan. Jangan sampai kita ikut batal puasa karena digoda oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Sekali menetapkan tujuan untuk tetap menjaga kesucian, tetap harus dipertahankan dengan keringat dan air mata.

TS sangat prihatin akan generasi muda akhir2 ini, mereka cuap2 dan berdemo untuk kemajuan bangsa dan negara, tapi kenapa individu masing2 masih bobrok?!, memang tidak semua, akan tetapi belum terlambat untuk memulai Hidup Yg Lebih Baik..

Apakah statement kembali ke hati Nurani dan tergantung pada individu masing2 masih dibenarkan untuk masalah yg satu ini..??

sumber
http://masuksini.blog.friendster.com

Wednesday, February 16, 2011

5 sebab makanan di haramkan bag. 2

Kita lanjutkan kembali pelajaran sebelumnya mengenai sebab-sebab suatu makanan bisa diharamkan. Rujukan pembahasan ini masih dari kitab yang sama yaitu Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah.
Sebab kedua: Membawa efek memabukkan
Diharamkan segala sesuatu yang memabukkan. Yang dimaksudkan memabukkan di sini adalah yang menghilangkan akal, tapi masih bisa merasakan sesuatu disertai dengan mabuk kepayang dan sambil bergoyang-goyang (fly). Sebagimana yang dapat disaksikan pada orang yang mabuk.
Contohnya adalah khomr yang berasal dari perasan anggur dan seluruh yang memabukkan lainnya baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Yang termasuk memabukkan lagi adalah obat penidur (penenang) yaitu yang menghilangkan akal dan rasa sekaligus seperti opium dan daun ganja.
Jika sesuatu yang memabukkan itu dikonsumsi dengan cara diminum maka ia digolongkan minuman. Sedangkan jika ia termasuk obat penenang yang dimakan maka ia masuk dalam pembahasan makanan.
Sebab ketiga: Karena najis
Dari sini diharamkan memakan segala sesuatu suatu yang najis dan memakan sesuatu yang terkena najis yang tidak ringan (tidak dimaafkan).
Dicontohkan oleh para ulama seperti darah (bagi yang menganggapnya najis, pen). Contoh sesuatu yang terkena najis adalah minyak samin[1] yang kemasukan bangkai tikus. Karena bangkai tersebut, jadinya samin tersebut menjadi najis. Namun jika minyak samin tadi beku (masih dalam bentuk padatan), maka yang najis hanyalah sekeliling bangkai tikus itu saja. Jika bangkai tersebut disingkirkan minyak yang terkena dan bangkai dari minyak samin yang padat tadi, maka jadilah suci minyak samin yang lainnya.

Insya Allah bersambung pada sebab pengharaman makanan lainnya, yaitu sebab keempat dan terakhir. Moga Allah mudahkan.

Reference: Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 5/126, terbitan Wizarotul Awqof wa Syu-un Al Islamiyah-Kuwait, cet kedua, 1404 H

5 Sebab Makanan Di Haramkan Bag. 1

Berikut kami sarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah mengenai sebab-sebab makanan bisa diharamkan.
Dari penelitian dan penelusuran lebih dalam, para ulama pakar fiqh menyatakan bahwa ada lima sebab diharamkannya suatu makanan:
Sebab pertama: Menimbulkan bahaya pada badan dan akal.
Contoh sebab ini amat banyak.
(1) Di antaranya adalah makanan yang sifatnya beracun baik dari hewan seperti ikan beracun, cecak, kalajengking, ular beracun, lebah atau tawon, dan setiap yang mengeluarkan penyakit yang beracun. Bisa pula dari tumbuhan seperti pada sebagian bunga atau buah-buahan yang beracun atau dari benda padat seperti arsenic. Ini semua diharamkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri.” (QS. An Nisa’: 29). Begitu pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَمَنْ تَحَسَّى سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَسَمُّهُ فِى يَدِهِ ، يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Barangsiapa menegak racun, hingga meninggal dunia, maka racun tersebut akan berada di tangannya, dan ia akan menegaknya di neraka jahannam, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya.”[1]
Akan tetapi para ulama bermazhab Maliki dan Hambali menegaskan bahwa racun itu haram dikonsumsi untuk orang yang akan mendapatkan bahaya jika mengonsumsinya. Ini adalah suatu hal yang tepat karena banyak obat yang diresepkan oleh para dokter itu mengandung racun namun dengan kadar yang tidak membahayakan orang yang mengonsumsinya bahkan memberi manfaat yaitu membunuh bakteri pembawa penyakit sebagaimana seberapa kuat pengaruh racun pada diri orang yang mengonsumsinya juga beragam dan kadar yang membahayakan bagi masing-masing orang juga berbeda-beda.
Kaedah ini tidaklah ditolak oleh kaedah mazhab yang lain sehingga bisa disimpulkan bahwa yang diharamkan adalah mengonsumsi racun dalam kadar yang membahayakan.
(2) Yang termasuk dalam hal ini juga adalah makanan yang membawa efek bahaya akan tetapi tidak bersifat racun. Telah disebutkan dalam berbagai kitab fiqh seperti tanah liat (clay), tanah, batu, batubara  sebagai contoh. Benda-benda semacam ini diharamkan jika membawa efek bahaya.
Termasuk dalam kategori ini –tidak diragukan lagi- adalah hewan, tumbuhan atau benda padat yang membawa efek bahaya walaupun bukan racun. Dan kita bisa tahu sesuatu itu membawa efek bahaya dilihat dari pendapat para dokter atau orang yang pakar di dalamnya.
Mengenai efek bahaya di sini tidak dibedakan bahaya tersebut berasal dari racun atau yang lainnya, terserah membawa efek bahaya pada jasad atau merusak akal seperti jadi gila atau idiot.
Ulama Malikiyah berpendapat mengenai thin (tanah liat) ada dua pendapat yaitu haram dan makruh. Mereka katakan bahwa orang yang sengaja memakan tanah liat semacam itu dihukumi haram.
Sedangkan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa tanah liat dan batu itu haram bagi orang yang mendapatkan bahaya jika mengkonsumsinya.
Ulama Hambali berpendapat makruhnya batubara, tanah, tanah liat yang dikonsumsi dalam jumlah banyak yang tidak berfungsi sebagai pengobatan.
Insya Allah bersambung pada sebab pengharaman makanan lainnya. Moga Allah mudahkan.

Reference: Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 5/125, terbitan Wizarotul Awqof wa Syu-un Al Islamiyah-Kuwait, cet kedua, 1404 H

Riyadh-KSA, 3 Safar 1432 H (07/01/2011)
Muhammad Abduh Tuasikal

DUA ASAL POKOK AJARAN ORANG MUSYRIK

Dalam Qo’idah Jalilah fi At Tawasul Al Wasilah yang ditulis oleh Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, banyak sekali faedah berharga dari kitab tersebut yang bisa kita gali. Di antaranya adalah mengenai dari manakah asal pokok ajaran orang musyrik dari zaman ke zaman.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,

Orang-orang musyrik yang Allah dan Rasul-Nya mensifati mereka dengan syirik, asal pokok ajaran mereka adalah dari dua kelompok, yaitu dari kaum Nuh dan kaum Ibrahim.

Pada kaum Nuh, asal kesyirikan yang mereka perbuat adalah dari beri’tikaf (berdiam) di kuburan orang-orang sholeh, lalu mereka membuat patung-patung mereka dan akhirnya mereka menyembah orang-orang sholeh tersebut.

Pada kaum Ibrahim, asal kesyirikan yang mereka perbuat adalah dengan beribadah pada bintang-bintang, matahari dan rembulan.

Setiap dari mereka sebenarnya menyembah jin (jin yang durhaka, yaitu setan, -pen). Setan sebenarnya-lah yang berbicara dengan orang-orang musyrik dan menolong mereka pada suatu urusan. Namun orang-orang musyrik tersebut malah yakin bahwa yang mereka sembah adalah malaikat. Sebenarnya mereka hanyalah menyembah jin. Jin-lah yang sebenarnya menolong dan ridho akan syirik yang mereka perbuat.  Allah Ta’ala berfirman,

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ (40) قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ (41)

Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung Kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".” (QS. Saba’: 40-41)
***

Faedah dari kitab Qo’idah Jalilah fi At Tawasul Al Wasilah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Ar Riasah Al ‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, cetakan ketiga, 1429, hal. 39.

Panggang-GK, 25 Shafar 1432 H (29/01/2011
Oleh :  Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal.

Saturday, February 5, 2011

tentang id bot aneh f.sadewacutezz

nih produk gila baru..
g pke nama deh , coz bingun mau kasih nama apa

nih bot secara otomatis menjawab command dari user di room.

Command juga bisa di tambah dan hapus oleh user, dengan cara pv ke bot\'a

format untuk tambah command:

.add command;;respond
contoh:
.add @slap %user;;%me tampar %user
.add #pukul %user;;%me pukul %user
.add .getok %orang %benda;;%orang di getok sama %me pke %benda

format untuk hapus command:

.remove command
contoh:
.remove @slap %user
.remove #pukul %user
.remove .getok %orang %benda

perlu di ingat, %variable yang ada di command akan menggantikan %variable yg ada di respond


nama %variable bebas, bisa menggunakan apa saja


berikut ini variable khusus:

%me >> otomatis akan diganti menjadi user yg kirim text
%loc >> variable nama room
%owner >> variable owner room

+++++++++++++++++++++++++++++

Berikut tinggkat kesulitan command
Lvl 1: Command tanpa %var dan Respond tanpa %var juga.
Contoh:
askum;;wasalam
gig;;gigne lg tdur, klo ada perlu pv aja

Lvl 2: Command msh blum menggunakan %var, tp respond sudah memakan %var, tp cuma default %var

Contoh:
@ping me;;ngapain sih %me maen ping?
.admin;;/me ** %owner **
$room;;/me ** %loc **

Lvl 3: Command dan respond sudah menggunakan $var

Contoh:
@gift %user;;%me bingung mau kasih apa ke %user
@slap %user %benda;;%user ditampar pke %benda sama %me

Lvl 4: Sudah menggunakan @fungsi pada respond

Contoh: @add @sub @mul @div @mod @rand
.math %angka1 + %angka2;;/me ** %angka1 + %angka2 = @add(%angka1,%angka2) **


Untuk mencoba bot g jelas ini, silakan masuk ke room hati nan luka